PART
3—“Yuuhi Wo Miteiru Ka?”—JKT48
Oik menatap sosok Cakka yang
sedang bercengkrama dengan beberapa personil Grand band. Ia menghembuskan
nafasnya dengan pelan, lalu kembali menatap cermin yang memantulkan bayangan
dirinya yang sedang dirias oleh Gita, penata riasnya.
Oik
kembali berpikir apakah keputusannya membiarkan Cakka mengikuti dia, dan
menemani dia selama syuting ini baik atau tidak? Disatu sisi ia kesal karena
merasa dijaga ketat oleh Cakka. Namun, di sisi lain mau tidak mau ia harus
merasa tersanjung karena perhatian Cakka selama perjalanan kemarin.
Memberikan
jaket ketika Oik kedinginan, memakaikan syal, apalagi ketika Oik mengalami
mabuk darat. Cakka dengan sabar memberi Oik obat dan menyiapkan kantung plastik
untuk Oik. Agni sendiri mengakui kalau Cakka pria yang bertanggung jawab.
“Ik,
dia pacar kamu ya???” Tanya Gita dengan tiba- tiba.
“Hah?
Siapa?” Tanya Oik seperti orang linglung.
“Itu
yang datang sama kamu kemarin. Dia pacar kamu kan?” Tanya Gita sekali lagi. Oik
tersenyum tipis.
“Belum
kok,”
“Berarti
calon pacar ya lebih tepatnya.” Gita
tertawa kecil. Sambil sesekali menarik- narik rambut Oik yang sedang di aturnya
saat ini. “Dia pria yang baik. Aku yakin itu.” Ujar Gita lagi.
Oik
mengernyit, “kok kamu bisa berpikir kayak gitu?”
“Feeling?”
jawab Gita dengan singkat. “Semua perlakuannya ke kamu apa kamu nggak sadari?”
Oik
menggeleng pelan lalu menatap Gita yang saat ini sedang menatapnya melalui
cermin.
“Kamu
masih belum move on dari Obiet ya? Makanya kamu susah ngeliat dia.”
Oik
terdiam, sebuah senyum pahit terukir di wajahnya. “Nggak juga sih Git,
hanya...”
“Gita!!!!
Percepat itu, kita harus take sebentar lagi.” Tiba- tiba teriakan dari
sutradara memotong pembicaraan mereka.
Gita
segera mempercepat gerakan tangannya, tidak sampai setengah jam Oik sudah
selesai dirias. Dengan bantuan Gita, Oik berjalan menuju lokasi pengambilan
gambar yang terletak di sebuah kolam kecil di tengah taman.
Oik
menggunakan bridal dress kali ini, karena video klipnya bercerita tentang
seorang gadis yang ditinggal pergi oleh kekasihnya tepat di hari pernikahan
mereka karena kekasihnya tersebut lebih memilih cinta pertamanya, dan yang
menjadi pasangannya kali ini adalah Alvin vokalis Grand band itu sendiri.
Melihat
Oik yang kelihatannya kerepotan dengan bridal dress- nya, Cakka dengan segera
menghampiri Oik dan membantunya memegang bagian belakang dress- nya tersebut.
“Thanks
Kka..”
“Sama-
sama, kamu kerepotan banget pakai dress ini, kenapa nggak pilih dress yang
lebih simple?” Tanya Cakka yang berjalan di belakang Oik.
“Aku
suka yang ini, udah deh kamu bisa lepasin sekarang udah dekat kok.” Ujar Oik
dengan pelan. Gadis itu pun menatap Cakka sambil tersenyum dengan tulus.
Setelah
itu Oik pun langsung disibukkan dengan berbagai arahan dari sutradara tentang
aktingnya dan mereview kembali cerita dari lagu ini. Cakka menatap gadis itu
dari kejauhan. Oik tampak serius ketika bekerja, berbeda sekali dengan di
kehidupan sehari- harinya. Cakka tersenyum kecil.
Syuting
pun dimulai, adegannya Oik sedang menangis di pinggir kolam kecil yang berada
di taman itu, tanpa mempedulikan teriknya matahari. Akhirnya Alvin datang
meminta maaf dan memberi pengertian kepada Oik. Namun, Oik yang merasa dirinya
sudah sangat dikhianati tidak bisa menerima penjelasan itu begitu saja dan
terus menangis.
Cakka
sendiri sudah mulai larut dalam akting Oik. Ia merasa ikut dalam penderitaan
tokoh perempuan yang diperankan Oik.
“CUUTT!!!”
Seru suara itu diiringi tepuk tangan dari orang- orang yang berada di tempat
itu. Termasuk Cakka. Alvin dan semua kru yang ada di tempat itu langsung
menyalami Oik karena aktingnya yang memukau.
Setelah
dirasa lengang, karena semua kru beranjak beristirahat Cakka memutuskan untuk
menemui Oik yang sedang membersihkan make up- nya.
“Akting
kamu bagus.” Puji Cakka sambil menatap Oik. Oik mendongakkan kepalanya. Sesaat
tatapan mereka pun bertemu.
“Makasih,”
balas Oik yang langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Sesaat keheningan
menyelimuti mereka berdua.
“Aku
ambilin makan siang mau?” Tanya Cakka.
Oik
hanya menganggukkan kepalanya tanpa melihat Cakka. Dengan segera Cakka
mengambil makan siang untuk mereka berdua. Oik pun menatap punggung Cakka yang
semakin menjauh dengan tatapan bingung. Bingung dengan perubahan sikap Cakka
akhir- akhir ini.
Akhir-
akhir ini mereka memang sedikit berubah. Tidak ada lagi pertengkaran atau pun
perdebatan.di antara mereka, dan hal itu membuat keadaan mereka menjadi sedikit
aneh lebih tepatnya mereka berdua merasa berbeda satu sama lain.
Setelah
sepuluh menit menghilang, Cakka pun muncul dengan membawa dua buah kotak
makanan. Oik segera menghampirinya dan meminta kotak makanan untuk dirinya.
“Habis
ini masih take Ik?” Tanya Cakka sambil menatap Oik yang sudah mulai menyantap
makan siangnya. Oik mengangguk lemah.
“Ada
baiknya kamu istirahat dulu aja, kamu
pasti capek.” Ujar Cakka. Oik menggeleng.
“Nggak
lah, capek apaan.... seru tahu.” Jawab Oik dengan mulut penuh makanan, Cakka
tertawa kecil melihat tingkah Oik yang sama sekali tidak ada jaim- nya sedikit
pun.
“Ya
udah, aku temenin kamu—“
“Nggak
usah.....” Potong Oik, Cakka mengernyitkan dahinya. “Nggak usah repot- repot.
Kamu istirahat aja di villa,” Ujar Oik. Cakka mengacak rambut Oik dengan pelan.
“Udah
deh, aku sama sekali nggak merasa repot tuh.” Jawab Cakka. Oik menunduk. Salah
tingkah?
Setelahnya
mereka pun menghabiskan makanan masing- masing dalam hening. Setengah jam
kemudian, sutradara pun memanggil Oik untuk bersiap- siap melakukan syuting
scene berikutnya dan pemotretan.
***
Cakka
memasuki rest room sambil membawa dua kaleng softdrink. Sejenak ia terdiam di
pintu masuk, matanya berkelana menyusuri segala sudut ruangan tersebut dan
mendapati Oik sedang mencharger handphone- nya sambil meringkuk di sofa. Gadis
itu terlihat lelah. Satu hari ini Oik memang tidak beristirahat sedikit pun,
pemotretan di tempat yang berbeda,
syuting yang menghabiskan waktu berjam- jam, belum lagi jika hasilnya kurang
maksimal menurut sang sutradara Oik dengan terpaksa harus mengulang aktingnya.
Tapi,
guratan lelah di wajah Oik memang tidak ditunjukkan jika berada di hadapan
banyak orang. Cakka cukup salut dengan
sikap profesional Oik. Tanpa pikir panjang, Cakka segera menghampiri
Oik.
“Nih,
minum dulu.” Ujar Cakka sambil mengulurkan tangannya yang menggenggam kaleng
berwarna merah ke hadapan wajah Oik. Sesaat Oik mengalihkan perhatiannya dari
layar ponselnya. “Thanks,” jawab Oik singkat.
Cakka
memilih duduk di samping Oik sambil mengamati Oik yang sedang menghabiskan
minumannya. Setelah minumannya habis, gadis itu kembali berkonsentrasi dengan
iPhone yang berada di tangannya, melihat beberapa foto yang ia ambil di sela-
sela pemotretan.
“Aku
lihat kamu beberapa kali ditegor sama mas Hamri, kenapa?” Tanya Cakka.
“Akting
aku kurang bagus katanya.” Jawab Oik tanpa mengalihkan pandangannya.
“Mmm,
tadi pas pemotretan kamu juga kena tegor mas Boby.” Ujar Cakka lagi.
“Iya,
senyum aku kurang nge- waw katanya. Nggak tahu deh nge- waw kayak gimana.”
Cakka
mengamati Oik sekali lagi, kali ini lebih lekat. Oik yang merasa dirinya
dipandangi segera menolehkan kepalanya.
“Memang
kenapa Kka?” Tanya Oik. Cakka membelai lembut puncak kepala Oik.
“Nggak
capek dimarahin terus? Ternyata banyak hal berat ya di dunia kamu.” Mendadak
Oik merasa jantungnya berpacu lebih cepat karena tindakan dan perkataan Cakka
barusan.
“Ng...
Kayak kita beda dunia aja Kka. Eh emang beda sih aku dari dunia nyata, kamu
dari dunia lain. Dunia gaib!” Ujar Oik dan langsung disambung dengan tawanya
yang begitu nyaring dan keras. Cakka merengut kesal.
“Wisss...
Aku serius Oik! Aku lagi bikin sweet moment kamu malah hancurin. Setidaknya
respon kek ‘ternyata kamu merhatiin aku ya’ ini nggak! Ngeri banget sih kamu
Ik.” Ujar Cakka lalu beranjak meninggalkan Oik.
“Jiahhh
ngambek! Cakka!!! Inget umur, udah tua masih suka ngambek.” Ujar Oik. Semenit
kemudian, ia melarikan jari- jarinya ke puncak kepalanya yang dibelai Cakka
tadi.
“Dasar
Cakka, ternyata kamu merhatiin aku juga ya...”
***
Pagi
ini Oik sarapan bersama personil Grand Band tanpa ditemani kru lain. Sementara
Cakka sendiri tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
“Nyari
siapa Ik?” Tanya Alvin yang heran melihat Oik yang terus menerus mencuri
pandang kesana kemari.
“Hah??
Ng.. nggak... nggak nyari siapa- siapa kok Vin.” Jawab Oik lalu berkonsentrasi
dengan hidangan yang berada di hadapannya.
“Om
lo mana Ik?” Tanya Deva, drummer Grand Band dengan tiba- tiba.
“What?
Om gue?” Ujar Oik sedikit kaget. Deva mengangguk pelan, “yang nemenin lo kesini
Om lo kan? Ganteng lho, gue aja kalah.” Sambung Deva.
“I...
iya, eh, lo tahu darimana dia Om gue?” Tanya Oik.
“Simple
aja. Dia kelihatan lebih tua dari lo,” Jawab Deva. Oik melongo mendengar
jawaban Deva
Deva
saja menganggap Cakka adalah Om Oik. Bagaimana dengan yang lain? Oh, kecuali Gita. Gadis itu menganggap Cakka
adalah pacarnya. Kelihatannya ia harus bertanya tentang pendapat Gita nanti.
“Nanti
syuting dimana?” Tanya Alvin. Oik mengambil iPhone- nya dan mengecek beberapa
note yang ia simpan sebelumnya.
“Ada
sungai di dekat villa ini kita syuting di sungai itu.” Jawab Oik.
“Sungai
yang ada di dekat sawah itu kan?” Kali ini Kiki sang gitaris yang bertanya.
“Mungkin,
aku juga kurang tahu.” Ujar Oik. “Mana semua kru udah jalan duluan lagi.”
“Aku
tahu tempatnya.” Ujar Cakka yang tiba- tiba memasuki ruang makan sambil membawa
satu tas kecil.
Alvin
tersenyum lebar, “Makasih Om.”
“Sama-
sama, sekarang lanjutin aja dulu sarapannya.” Ujar Cakka lalu segera
meninggalkan Oik dan personil Grand Band.
***
Perjalanan
menuju sungai tempat syuting kali ini lumayan sulit. Apalagi karena melewati
persawahan, mereka harus ekstra berhati- hati jika tidak mau pakaian mereka
terkena lumpur. Alvin dan personil Grand Band yang lain sudah lumayan jauh di
depan. Sementara Cakka, ia masih di belakang mendampingi Oik yang sepertinya
cukup kesulitan melewati jalan got pengairan di sawah tersebut.
“Capek
Ik?” Tanya Cakka. Oik berhenti sejenak.
“Nggak
kok,”
Cakka
tersenyum mendengar jawaban Oik. Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanan
mereka. Sesekali Oik berhenti untuk memotret pemadangan di sekitar persawahan.
“Cakka,”
“Hmm???”
“PH
kamu pernah bikin sinetron yang lokasi syutingnya di persawahan kayak gini
nggak?” Tanya Oik sambil terus berkutat dengan handphone- nya.
Cakka
berhenti sejenak. “Belum pernah, memang kenapa?”
“Sayang
banget. Padahal tempatnya ini menarik lho Kka, coba deh kamu bikin sinetron
dengan latar belakang perkampungan yang banyak sawahnya. Pasti menarik.”
Cakka
tampak berpikir. “Kalau kamu mau main di sinetron itu nanti aku usahain. Gimana?”
Tanya Cakka.
“Boleh,
tapi bayaranku harus tinggi.” Ujar Oik sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Mereka
pun kembali meneruskan perjalanan mereka. Setelah mereka sampai di lokasi
pemotretan pun segera dilakukan.
***
Sore
hari pun tiba, pemotretan pun disudahi saat itu juga dan akan dilanjutkan
keesokan harinya. Oik menatap para kru yang sedang membereskan berbagai
peralatan mereka. Karena merasa bosan Oik memutuskan untuk menyusuri sungai
kecil tersebut.
Cakka
yang memperhatikan Oik sedari tadi segera mengikutinya. Oik masih asyik melihat
pemandangan sekelilingnya, dan baru menyadari kehadiran Cakka setelah Cakka
menepuk pundaknya.
“Kamu
mau kemana Ik?” Tanya Cakka.
“Mau
ke batu itu.” Ujar Oik sambil menunjuk sebuah batu yang berukuran besar yang
tampak berdiri dengan gagahnya di tepi sungai tersebut.
“Aku
temenin ya????” Oik hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Mereka pun
bersama- sama menyusuri pinggiran sungai dan berhasil naik ke atas batu besar
tersebut.
Oik
memejamkan matanya berusaha meresapi udara sejuk di sekitarnya, tanpa sadar
Cakka tersenyum melihat ekspresi Oik.
“Udaranya
sejuk ya Kka,” ujar Oik sambil membuka matanya dengan perlahan.
“Banget
Ik. Aku jarang ngerasain udara sejuk begini kalau lagi di Jakarta.” Ujar Cakka
sambil melemparkan pandangannya ke sekitarnya.
“Oh
iya Ik, aku mau nanya sesuatu dong, boleh ngga?” Ujar Cakka, Oik segera
mengalihkan pandangannya ke arah Cakka.
“Nanya
apa? Boleh dong.”
“Kamu
ngga stress gitu, satu hari ini kamu dimarahin terus, dituntut ini itu lah, itu
kan berat banget Ik,” Ujar Cakka dengan tatapan penuh kekhawatiran. Oik
tersenyum.
“Ngga
sih, yang sedih sih banyak, yang berat juga banyak, Cuma kalau yang bahagia
lebih banyak lagi ngga masalah, ngga apa- apa lah.” Ujar Oik lalu disambung
dengan tawa renyahnya. Cakka tersenyum lebar mendengar jawaban Oik.
“Kamu
tuh ya Ik.” Cakka mengacak rambut Oik dengan gemas.
“Dan
bahagia aku itu bisa ngeliat kamu di samping aku selama aku menghadapi hal- hal
berat Kka...” Batin Oik.
***
“—Meski ada hal sedih ataupun hal yang memberatkan
tak apa asal yang bahagia lebih banyak."
***