Kamis, 30 Mei 2013

BETWEEN FIVE DEVILS [PART 2]

Oik  Clarissa, Cakka dan Ashilla pertama kali mengenalnya ketika kelas lima SD. Oik menjadi murid baru di kelas Cakka dan Ashilla. Sejak perkenalan pertama mereka, Cakka, Oik dan Ashilla tidak pernah terpisah satu sama lain. Mereka selalu bersama- sama, saling membantu, saling mengajari dan saling menegur.
Sejak SD Cakka memang sudah hobby mem- bully orang yang ia anggap lemah. Namun, Oik selalu saja bisa menggagalkan semua rencananya. Cakka masih ingat betul ketika Oik mengurungnya di kamar mandi sekolah lantaran ia hendak mengerjai murid kelas tiga. Oik mengurung Cakka agar si murid kelas tiga tersebut bisa melarikan diri.
Belum lagi ketika kelas dua SMP ketika Cakka hendak mengerjai salah seorang temannya karena tidak mau membantu Cakka mengerjakan PR. Oik datang ke rumahnya dan langsung menghajar Cakka habis- habisan. Oik memang jago karate, ia terinspirasi dari tokoh Ran di film kartun ‘Detektif Conan’. Setelah itu Cakka tidak pernah bisa berkutik lagi jika bersama Oik.
Meskipun kesal dengan sikap Oik, Cakka harus mengakui diriya benar- benar sedih ketika harus berpisah dengan Oik lantaran Oik harus pindah ke Amerika mengikuti orang tuanya yang pindah tugas. Ia ingat betul, ia menangis sekencang- kencangnya di ruang tunggu bandara ketika mengantar Oik. Menangis seperti anak kecil yang akan ditinggalkan mamanya. Bahkan ia sempat berjanji tidak akan menjahili orang lagi, agar Oik tetap tinggal di Indonesia.
Sejak saat itu Cakka mulai mencari sahabat- sahabat baru dan bertemulah ia dengan Alvin, Obiet, Gabriel dan Rio. Mereka membentuk ‘5 Devils’ dan Cakka pun dengan senang hati menyalurkan semua keinginan terpendamnya untuk mengerjai orang. Ia melupakan janjinya kepada Oik, bahwa ia tidak akan menjahili orang lagi.
***
Namun sekarang adakah yang lebih buruk dari kehadiran Oik disini??? Cakka kembali menarik nafas. Ia memejamkan matanya berharap ini semua hanya mimpi. Namun, sayangnya ketika ia membuka mata Oik tetap saja berdiri di tempatnya. Cakka memperhatikan Oik mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. Saat ini Oik mengenakan mantel coklat dan topi bowler dengan warna yang sama. Harus ia akui Oik tambah cantik, tambah tinggi. Ia memperkirakan tinggi Oik sudah ada setinggi bahunya. Cakka semakin yakin bahwa jurus karate Oik pasti sudah berkembang dan sepertinya sudah siap untuk dipraktekkan kepada Cakka jika Cakka mau.
“Hai, gue Oik Clarissa. Lo semua bisa panggil gue Oik.” Oik memperkenalkan dirinya sambil tersenyum. Senyum yang amat manis.
“Nah, Ik... Ini Five Devils yang mau gue kenalin ke lo! Ganteng- ganteng kan? Kecuali Kakak gue.” Ujar Ashilla sambil menatap Cakka dengan senyum nakalnya, “yang lagi main catur itu Gabriel sama Obiet. Gabriel yang di kiri, Obiet yang di kanan.” Sambung Ashilla. Obiet dan Gabriel memberikan senyum termanis mereka kepada Oik.
“Nah, kalau yang di sana namanya Alvin.” Alvin hanya tersenyum kecil, lalu kembali berkutat dengan puzzle- nya. “Jangan sakit hati ya Ik, dia memang gitu. Dingin dan cuek. Tapi aslinya dia baik banget.” Bisik Ashilla. Oik hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
“Kalau yang bareng sama Cakka itu namanya Rio.” Ujar Ashilla. “Rio ini penyanyi lho, Ik... suaranya bagus banget.” Tambah Ashilla.
“Jangan lupain gue yang juga model video klipnya Rio dong Shill...” Protes Obiet. Ashilla dan Oik hanya tertawa geli mendengar keluhan Obiet.
“Iya iya sorry Biet... “
Cakka masih kelihatan malas dengan keadaan di sekitarnya. Sahabat- sahabatnya mengagumi Oik, itu sudah pasti dari tatapannya sudah terbaca. Ia segera kembali ke layar komputernya.
“Gue mau bawa Oik ke kamarnya ya, habis itu mau nganter dia belanja.”
Cakka terperangah ia segera mengalihkan pandangannya kembali kepada Ashilla, “kamar? Maksud lo Oik bakal tinggal sama kita?”
“Aduh kakak gue langsung tanggap ya... Mulai sekarang Oik bakal tinggal disini, sekolah disini sampai orang tuanya datang ke Indonesia lagi,” ujar Ashilla dengan riang. Berbagai ekspresi langsung tergambar dari tingkah ‘5 Devils’ Gabriel yang langsung mengepalkan tangannya ke udara. Obiet langsung berjoget ria. Rio langsung melonjak kegirangan. Cakka menepuk jidatnya. Alvin hanya menahan tawanya melihat tingkah para sahabatnya itu.
“Nggak usah lebay begitu deh, gue antar Oik dulu ya, bye semua!!!” Pamit Ashilla.
“Gue nggak yakin kita bisa ngerjain si Septian kalau ada Oik,” ujar Cakka sepeninggal Oik dan Ashilla.
“Kenapa Kka???” Tanya Rio.
Cakka hanya menggelengkan kepalanya. Frustasi.
***
“Lihat kan ekspresi mereka waktu lo datang? Kaget terpesona gitu semua,” ujar Ashilla ketika mereka sudah sampai di kamar Oik.
Oik hanya tersenyum tipis. Ia mengeluarkan BB dari tasnya lalu, menekan angka 3 sebagai speed dial untuk nomor ayahnya.
“Hi, daddy... Oik sudah sampai di rumah Ashilla...”
“Baguslah, kamu sudah ketemu sama om Bayu?” Tanya suara di seberang.
“Nope, om Bayu lagi nggak disini...” Jawab Oik.
“Ya sudah sampaikan salam daddy sama Om Bayu nanti. Okey, kamu jaga diri baik- baik yah... I’ll miss you honey,”
“Yeah, i’ll miss you too daddy...” Ucap Oik sebelum menutup teleponnya. Ashilla beranjak duduk di samping Oik.
“Pasti sedih banget ya, pisah sama orang tua.” Ujar Ashilla sambil mengusap pelan pundak Oik. Oik mulai terisak. Ia berusaha menahan airmatanya.
“Sorry, udah bikin lo harus jauh dari kedua orangtua lo,” Ashilla menundukkan kepalanya. Merasa bersalah karena sudah menyuruh Oik ke Indonesia.
“Sssst.. You are not sorry, I’ m fine Shill. Cuma sedih sesaat kok ini, besok begitu gue sekolah pasti semua bakal baik- baik aja.” Ashilla menatap sahabatnya itu lalu memeluknya erat. Oik sudah seperti keluarganya sendiri. Keluarga yang akan dilindunginya dan disayanginya sampai kapan pun. Oik membalas pelukan Ashilla.
“Isshh... kita kok jadi mellow begini. Aturannya happy tahu kita bisa ketemu setelah hampir dua tahun kita pisah. Sekarang gue bakal ngajak lo jalan- jalan sampai malam kalau bisa.” Ujar Ashilla yang dibarengi tawa Oik. Mereka pun kembali berpelukan.
***
Oik mengerjapkan matanya, dilihatnya jam tangan putih yang melingkar di tangannya. Masih pukul setengah satu pagi. Oik merasa haus ia menuju dapur untuk minum. Tak disangka ia malah bertemu Cakka di dapur yang pada saat itu sedang menyeduh teh.
“Belum tidur Kka?” tanya Oik. Cakka menatap Oik sekilas lalu kembali mengaduk tehnya.
“Hhh... Lo pasti berpikir sebentar lagi semua rencana lo untuk ngejahilin orang bakal gagal lantaran gue ada disini. Iya kan?” Cakka menatap Oik. Perkataan Oik benar- benar telak. Cakka menghela nafas sebelum berkata...
“Gue bingung kenapa Ashilla pakai acara nyuruh lo balik ke Indonesia,” lirih Cakka.
Oik tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, “Ashilla kesepian, katanya kakaknya yang dulu selalu menemani dia kemana- mana udah nggak punya waktu lagi sekarang lantaran terlalu sibuk sama geng dan rencana- rencana jahatnya.”
Cakka tertawa mendengar jawaban Oik. Ia memang menyadari menginjak SMA ia tidak pernah menghabiskan waktu bersama adiknya itu. Dulu Cakka selalu rajin menemani Ashilla ke toko buku, bahkan ke salon. Sekarang? Untuk berbincang dengan Ashilla saja ia tidak punya waktu. Ia terlalu sibuk dengan ‘5 Devils’ dan segala rencana- rencana jahilnya.
“Ashilla kesepian ya? Baru tahu gue,” gumam Cakka. Ia menyesap sedikit demi sedikit teh yang ia seduh tadi.
“Menurut lo? Gue ke kamar dulu ya, lo juga tidur sana besok telat lagi.” Pamit Oik sebelum benar- benar berbalik meninggalkan Cakka.
***
“Kka... Cakka!!!! Bangun woi, udah pagi!!!” Ashilla menggedor- gedor kamar Cakka. Tadi Pak Madi, asisten pribadi Cakka sudah berusaha membangunkan Cakka namun hasilnya nihil. Cakka tidak keluar dari kamarnya.
“Ishh... Bangunin Cakka tuh kayak bangunin mayat tahu Pak.” Ashilla merengut kesal kepada Pak Madi. Ashilla pun kembali berusaha membangunkan Cakka.
“Cakka Mahaputra!!! Udah jam setengah tujuh!!! Lo mau telat ke sekolah???” Teriak Ashilla sekali lagi. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. “Jangan- jangan nih anak udah beneran jadi mayat lagi.” Gumam Ashilla, ia bersiap- siap akan mendobrak pintu ketika Oik datang.
“Ehhhh... Ashilla, lo mau ngapain?” Tanya Oik. Ia sepertinya baru selesai mandi, terlihat dari rambutnya yang masih basah dan pakaian mandi yang masih dikenakannya.
“Cakka belum bangun- bangun! Gila aja dia, mentang- mentang sekolah punya bapaknya dia jadi seenaknya bolos sekolah,”
Oik segera mengusap pundak Ashilla, “kenapa nggak pakai kunci cadangan aja sih supaya bisa masuk ke dalam?”
Ashilla menepuk jidatnya. Oik benar, kenapa ia tidak memanfaatkan kunci cadangan. Bodohnya. Dengan segera Ashilla menyuruh Pak Madi untuk mengambilkan kunci cadangan kamar Cakka. Tidak sampai 5 menit Pak Madi sudah membawa kunci tersebut.
“Lo aja yang bangunin dia ya Ik, gue takut banget nanti dia mengamuk.” Ashilla mengidik ngeri. Oik hanya tersenyum kecil. Ashilla beserta Pak Madi pun langsung meninggalkan Oik. Ia pun segera memasukkan kunci itu ke lubangnya, memutarnya dan pintu pun terbuka.
Ia pun dihadapkan dengan sebuah kamar yang didominasi warna putih dan hitam. Benar- benar menunjukkan sisi maskulin seorang laki- laki. Ia langsung menuju dan mendapati Cakka sedang meringkuk pulas di atas tempat tidurnya.
“Cakka, bangun... nanti lo bisa telat,” tidak ada respon dari Cakka.
“Hello,.... Cakka.... bangun! Nanti lo telat ke sekolah.” Kali ini Oik berbicara tepat di telinga Cakka dan tetap saja tidak ada respon. Oik pun mencoba menarik selimut Cakka, kali ini Cakka meresponnya dengan menarik kembali selimutnya. Akhirnya terjadilah tarik menarik selimut antara Cakka dan Oik. Tetapi yang mengherankan Cakka tidak juga membuka matanya dan beranjak bangun. Oik sudah cukup lelah dan disaat itulah Cakka menarik keras selimutnya sehingga Oik limbung dan terjatuh tepat di atas Cakka.
Merasa ada yang menindih badannya Cakka perlahan membuka matanya dan mendapati wajah Oik yang berada kira- kira 10 cm di hadapannya. Dari jarak sedekat ini Cakka bisa mencium wangi shampoo yang dipakai Oik. Bisa menatap wajah Oik mulai dari bulu matanya yang lentik, hidung mancungnya, matanya yang bening dan.... tentu saja bibirnya.
“Ehhh.... Lo kok susah banget sih dibangunin!!!” Bentakan Oik segera membuyarkan lamunan Cakka. Dengan susah payah Oik segera berdiri. Ia segera merapikan rambutnya.
“Gimana cara lo masuk ke kamar gue?” Tanya Cakka.
“Kunci cadangan. Dari tadi Ashilla berusaha bangunin lo, tapi lo nggak bangun- bangun. Ternyata benar ya yang dibilang semua orang di rumah ini, bangunin lo kayak bangunin mayat tahu nggak???” Sindir Oik. Cakka memutar kedua bola matanya.
“Yayaya... Eh, tapi ngomong- ngomong lo mau ngajak gue mandi ya?” Pertanyaan Cakka ini sukses membuat mata Oik membulat.
“Enak aja!!! Nggak lah,”
“Jadi ngapain lo ke kamar gue, pakai baju mandi kayak begitu.” Oik menatap kembali dirinya. Oik dari tadi memang tidak sadar bahwa ia masih mengenakan pakaian mandi dan Oh, tentu saja rambutnya masih agak basah.
“Issh.... pikiran lo jangan langsung ngeres gitu dong. Sembarangan aja bilang gue mau ngajak lo, sorry nggak berminat.” Ujar Oik ia kemudian membalikkan badannya dan meninggalkan Cakka yang menahan tawa.
***
Rio kembali menatap jam tangannya, sudah hampir setengah jam ia menunggu kedatangan Cakka. Tapi yang ditunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Tiba- tiba sebuah tangan menepuk pundaknya. Itu Alvin.
“Cakka belum datang?” Tanya Alvin datar. Rio menggelengkan kepalanya.
“Dia kan memang selalu ngaret. Gue yakin sekarang dia lagi sarapan roti lapis, sambil bawa mobil.” Ujar Alvin, dan kali ini Rio tertawa.
“Yayaya, gue tahu bagaimana dia, Cakka... Cakka... Memang tuh anak nggak akan pernah tobat kali yak,” Alvin hanya tersenyum tipis. “Tuh panjang umur, baru diomongin udah datang.” Ujar Alvin ketika Veloster hitam milik Cakka memasuki pelataran sekolah.
Rio dan Alvin segera menghampiri mobil tersebut, Cakka tampak keluar dengan susah payah. Tangan kanan memegang roti, tangan kiri menenteng tas dan beberapa buku. Rambutnya masih berantakan begitu juga dengan seragamnya.
“Habis kena tiup angin apa lo? Sampai kacau begini,” ujar Rio sambil mengambil alih tas  Cakka dari tangan kirinya.
“Angin apa ya??? Lo maunya angin apa Yo?”
Rio menghela nafas panjang. Alvin segera menawarkan bantuan untuk membawa buku- buku Cakka.
“Thanks ya bro, sorry pagi- pagi udah ngerepotin.” Ujar Cakka sambil terkekeh.
“No problem lah, setiap jam lo juga ngerepotin kita kok,” balas Rio yang dihadiahi Cakka satu pukulan keras di kepalanya. Alvin menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sahabat- sahabatnya itu.
“Ashilla sama Oik mana Kka?” Tanya Alvin.
Cakka mengedikkan bahunya, “bentar lagi juga bakalan nyampe kok. Tadi mereka udah gue lewatin di jalan besar sana.”
“Wihhh, berarti lo ngebut dong ya bawa Veloster lo, kasihan banget mobil lo.” Sambung Rio.
“Sekalian uji coba bro,”
Tak terasa mereka pun sudah sampai di depan kelas mereka, dan mendapati kelas mereka sudah ramai dan tentu saja sibuk menyalin tugas.
“Kka, pinjam buku tugas kimia lo dong, gue belum ngerjain sama sekali nih...” Ujar Gabriel. Dengan sigap Cakka mengambil bukunya yang berada di tangan Alvin lalu memberikannya kepada Gabriel.
“Thanks ya..” Cakka hanya menganggukkan kepalanya.
“So, gimana rencana kita untuk ngerjain si Septian?” Tanya Rio setelah ia meletakkan tas Cakka.
Cakka tampak berpikir. Sebenarnya ia sangat ingin mengerjai Septian, karena memang Septian sudah bersalah. Menjelek- jelekkan kelompoknya di sekolah lain. Padahal sebelumnya Septian dan ‘5 Devils’ tidak punya masalah sama sekali. Tapi, kalau ada Oik.....
“Susun rencana kita, gue serahin ke lo sama Obiet.” Ujar Cakka. Rio hanya mengangguk- anggukkan kepalanya tanda mengerti.
Tiba- tiba Obiet datang memasuki kelas dengan terengah- engah, ia berusaha mengatur nafasnya sebelum ia berbicara kepada anggota yang lain.
“Habis di kejar hantu apa lo Biet? Sampai ngos- ngosan begitu?” Tanya Rio.
“Hantu apa ya? Lo maunya hantu apa Yo?” Ujar Obiet sambil mengatur nafasnya.
Cakka menatap Obiet dengan tatapan paling mengenaskan.
“Ashilla sama Oik baru nyampe, terus—“ Perkataan obiet terhenti karena dipotong oleh Cakka.
“Terus lo lari sampai ngos- ngosan begitu?”
Obiet menggelengkan kepalanya kuat- kuat.
“Masalahnya mereka berasa kayak artis banget pagi ini, hampir semua siswa SMA ini minta foto bareng sama mereka. Kalau kalian nggak percaya, kalian bisa lihat di lapangan basket.”
Cakka menatap ketiga sahabatnya yang lain dan mengkode agar segera mengikuti dia ke lapangan. Dengan segera mereka pun bergegas menuju lapangan dan benar saja, Ashilla dan Oik tengah berada di antara kerumunan siswa SMA Pertiwi untuk difoto.
Cakka menarik nafasnya. Ia berpikir apa yang ada di pikiran murid- murid di SMA ini sampai memperlakukan Ashilla dan Oik bak artis internasional. Cakka langsung menyeruak diantara kerumunan tersebut kemudian menarik tangan Oik, disusul Obiet  yang menarik tangan Ashilla.
“Aduuhh, sakit Kka, lepasin dong tangan gue!” Oik merintih kesakitan karena Cakka menarik tangannya.
“Bisa gitu kalian berdua santai di kerumunin satu sekolahan? Gila!”
“Lho, mereka kan Cuma mau berfoto sama kita, iya kan Shill???”
Ashilla mengangguk kuat- kuat. Cakka menghela nafas panjang.
“Stress lo berdua, udah ke kelas sana! Jangan berkeliaran lagi.”
Oik menatap Cakka tajam. Cakka memang menyebalkan. Tapi, kelakuannya sekarang memang tidak bisa ditoleransi. Ia mengepalkan tangannya. Geram. Cakka bergidik ngeri melihat ekspresi Oik.
“Udah- udah jangan emosian begini dong, sekarang pada balik ke kelas masing- masing. Okay?” Ujar Gabriel yang dengan segera mendorong Cakka menjauhi Oik.
Oik mendengus kesal begitu Cakka dan sahabat- sahabatnya pergi menuju kelasnya. Ashilla hanya mengelus pundak Oik. Mereka pun segera menuju kelas mereka. Tepat ketika mereka meletakkan tas bel tanda masuk pun berbunyi.
***
Siangnya kantin SMA Budi Luhur sudah dipadati oleh siswa- siswi yang sudah  kelaparan. Oik melemparkan pandangannya ke penjuru kantin berharap bisa menemukan Ashilla dengan mudah. Tapi, sepertinya yang dicari belum juga menampakkan dirinya.
“Oik!!!!!!!” Oik segera mengalihkan pandangannya ke sumber suara dan mendapati Cakka sedang melambai ke arahnya. Oik segera menuju meja tempat Cakka dan yang lainnya berkumpul.
“Ashilla mana?” Tanya Alvin.
Oik mengedikkan bahunya. Ia segera duduk di kursi kosong yang berada di sebelah Obiet. Tidak lama kemudian Ashilla pun datang.
“Belum pada pesan makanan?”
“Belum, kita kan tungguin lo dulu,” ujar Gabriel. Oik mengedarkan pandangannya, jujur ia risih ditatap oleh semua siswa di SMA Budi Luhur.
“Risih ya Ik???” Tanya Ashilla. Oik mengangguk lemah.
“Biasa aja, sekarang mereka itu lagi menebak- nebak lo siapanya kita.” Ujar Alvin. Oik menatap Alvin dengan pandangan heran.
“Jarang yang bisa gabung sama kita, paling cuma cewe- cewenya Gabriel atau Obiet aja yang pernah duduk disini sama kita.” Ujar Rio.
“Mmm... Gue udah catat pesanan kita, gue mau ke Pak Darmo dulu.” Ujar Cakka lalu segera berdiri bersiap- siap untuk pergi ke dapur kantin. Namun, belum sempat Cakka melangkahkan kakinya Oik segera menahan.
“Mmm.... sini gue aja yang ngasih.” Oik segera berdiri lalu mengambil kertas yang berada digenggaman Cakka.
Oik berjalan melewati kantin diiringi dengan berbagai tatapan dari siswa yang berada di kantin tersebut. Ada yang menatapnya dengan kagum, ada yang menatapnya dengan sinis sebagian lagi menatapnya dengan tatapan keingintahuan.
Tiba- tiba sekelompok laki- laki nakal datang menghampiri Oik hendak menganggunya.
“Hai cantik....” Ujar seorang laki- laki sambil mencolek dagu Oik. Oik membalasnya dengan tatapan tajam.
Obiet sudah akan berdiri untuk membantu Oik namun ditahan oleh Ashilla.
“Santai aja Biet, lo cukup duduk tenang.” Obiet mengernyitkan dahinya. Tapi, sedetik kemudian ia menuruti perkataan Ashilla.
Sementara itu, kelompok laki- laki tadi masih saja mengganggui Oik. Mereka tidak tahu bahwa Oik merupakan bagian dari ‘orang- orang’ nya ‘5 devils’. Siswa yang berada di kantin pun sudah mulai menahan nafas. Oik akan melawan empat laki- laki, apa sanggup? Pertanyaan itulah yang ada di benak siswa tersebut.
“Day, tanya dong namanya..” Ujar salah seorang dari kelompok laki- laki tersebut.
“Oh iya, ngomong- ngomong nama lo siapa?” Tanya laki- laki yang ternyata bernama Dayat itu. Oik mengacuhkan pandangannya. Ia hendak melangkah namun, tangannya dicegat dengan kasar oleh Dayat.
“Lo jadi cewe sok banget ya, gue nanya nama lo tapi lo nya malah mau kabur gitu aja.”
“Lo tuh, cowo nggak punya sopan santun! Nanya tuh baik- baik aja dong, nggak pakai acara colek- colek segala! Lo kira gue sabun colek apa?!!?!” Bentak Oik. Dayat kelihatan geram. “Sialan lo!”
Oik menatap Dayat dengan tatapan menantang. Dayat segera melayangkan tangannya untuk menampar Oik, dan dengan sigap Oik langsung menangkap tangan Dayat dan memelintirnya ke belakang punggung Dayat.
“Awwww... aduh... sakit.. please tangan gue sakit banget nih!” Dayat menggeram kesakitan. Melihat hal itu para anak buah Dayat berusaha membantu Dayat. Sion salah satu anak buah Dayat mencekal tangan Oik yang bebas dan ikut memelintirnya. Dengan sigap Oik menendang Sion dengan keras tepat di bagian sensitifnya sehingga cekalan Sion terlepas.
Seperti dikomando seluruh siswa yang berada di kantin tersebut bertepuk tangan dan bersiul. Mereka memuji Oik atas tindakan beraninya itu. Begitu juga dengan ‘5 Devils’ mereka cukup tercengang dengan aksi wonder womannya Oik.
“Nah, itu yang bikin gue takut ngerjain Septian. Bakal berhadapan sama Oik kita.” Gumam Cakka. Rio mendelik ke arah Cakka.
“Nggak masalah itu bro, Oik kan ada di pihak kita,” jawab Rio.
“Lo nggak kenal gimana aslinya dia, Yo...”
***
Malam ini Cakka, Ashilla dan juga Oik makan malam di sebuah restoran yang merupakan salah satu cabang restoran milik keluarga Gabriel.
“Gue udah ngeluarin Dayat dan kawan- kawannya dari sekolah.” Ucap Cakka dengan datar.
“Kenapa lo keluarin mereka? Mereka cuma iseng aja kok.” Ujar Oik tanpa menatap Cakka. Pemuda yang berada di hadapannya itu hanya mengedikkan bahunya.
“Gue nggak suka aja ada pengganggu yang sok berkuasa di sekolah gue,” Oik pun menatap Cakka dengan tajam begitu juga dengan Cakka.
“Lo nggak berubah.” Desis Oik. Cakka hanya menganggukkan kepalanya, “memang, gue tetap Cakka yang dulu.”
Ashilla yang merasa keadaan semakin memanas pun, lebih memilih diam dan menikmati santapannya. Cakka dan Oik. Ia paham betul situasi apa yang akan terjadi jika mereka dipertemukan. Terkadang keduanya bisa kompak dan terkadang juga mereka bisa bertengkar.
“Oh iya Kka, mobil gue lagi di servis, besok gue sama Oik perginya bareng lo ya...” Ujar Ashilla.
“Hnn... Boleh- boleh aja, dengan syarat nggak ada yang namanya bungkus Lays di mobil gue!” Ujar Cakka dengan tegas. Ashilla hanya nyengir kuda mendengar peringatan kakaknya tersebut.
Mereka pun melanjutkan dinner mereka tanpa mengeluarkan suara, dan ketika jam sudah menunjukkan pukul 21.00 mereka pun memutuskan untuk pulang.
***
Tepat sesuai pembicaraan ketika dinner, Ashilla dan Oik menumpang di mobil Cakka. Selama perjalanan, Ashilla harus menahan keinginannnya untuk makan lays, lantaran takut mengotori mobil Cakka. Oik hanya bisa menahan tawanya melihat ekspresi Ashilla.
“Cakka, lo harus lihat mukanya Ashilla gara- gara lo ngelarang dia makan Lays.” Ujar Oik setelah mereka sampai di sekolah. Cakka hanya tertawa geli.
“Biarin aja, biar tuh anak tahu rasa. Dulu setiap dia nebeng mobil gue, dia kerjaannya ngotorin mulu. Hobi banget dia makan di jalan.”
“Lo juga begitu kok. Sadar diri dong!” Ujar Oik sambil menjulurkan lidahnya. Cakka hanya terkekeh. Hatinya lega bisa kompak kembali dengan Oik setelah insiden tatapan tajam semalam. Ternyata Oik bukanlah tipe orang yang amarahnya berlarut- larut. Ia bisa benafas lega kali ini.
Sesampainya Oik di kelas, ia sudah mendapati Ashilla yang sedang menghabiskan Lays- nya. Begitu Ashilla turun dari mobil ia langsung berlari ke kelas untuk memakan bekal istimewanya.
“Annyeong Oik!” Oik hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ashilla.
“Udah kenyang?”
Ashilla mengangguk- anggukkan kepalanya, “oh iya, gue denger ‘5 Devils’ mau ngerjain Septian anak XI IPA 1, nanti siang.” Bisik Ashilla.
“Tahu dari mana lo?”
“Gue baca smsnya Alvin di handphone Cakka semalam. Lo harus bisa gagalin Ik, gue takut kejadiannya Acha terulang lagi.”
“Gue bakal hentiin mereka sebisa gue. Lo tenang aja, Okay??” Ujar Oik.
Ashilla pun kembali memakan Lays- nya dengan lega.
***
“Semua jebakan udah siap?” Tanya Cakka kepada Obiet.
“Udah sesuai yang lo mau,”
“Gue udah gembosin ban motornya.” Ujar Alvin.
“Gue udah siapin anak buah kita seperti biasa,” tambah Gabriel.
“Nanti yang menemui dia, gue sama Obiet,” lanjut Rio.
Cakka hanya tersenyum tipis, “sorry ya, Yan. Lo harus jadi target kita. Gue nggak terima geng gue lo ejek begitu aja.” Batin Cakka.
Tanpa mereka sadari sepasang telinga sudah mendengar pembicaraan mereka sedari tadi.
***
Cakka sedang merapikan buku- bukunya ketika Oik datang menemuinya.
“Hai Kka,” sapa Oik. Cakka menatap Oik curiga.
“Hai juga ada apa Ik?”
“Mmm... temanin gue jalan- jalan di taman sekolah dong sebelum pulang sekolah.”
Cakka mengernyit. Tidak biasanya Oik seperti ini, memintanya untuk menemani gadis itu berjalan- jalan. Akan tetapi Cakka kembali teringat dengan rencananya yang harus terlaksana sepulang sekolah ini.
“Kayaknya gue nggak bisa deh, Ik...” Cakka menolak. Oik tidak langsung menyerah.
“Cakka, lo gitu banget sih, gue kan sahabat lo, masa nemenin gue jalan- jalan aja nggak mau.” Oik mulai menarik- narik lengan Cakka.
Cakka menepiskan tangan Oik dengan lembut, lalu menatap Oik.
“Ik, gue ada urusan, pentinggggg banget jadi sorry gue nggak bisa.” Cakka segera meraih tasnya dan berjalan meninggalkan Oik. Namun, baru beberapa langkah ia berhenti karena perkataan Oik.
“Dulu... waktu kita masih SD lo sering nyanyi bareng gue, pakai gitar. Meskipun kata orang lo nakal, tukang bikin onar, dan sombong. Gue nggak pernah lihat hal itu dalam diri lo!” Ujar Oik dengan pelan, “meskipun gue suka ngehajar lo, ngehalangin lo buat ngerjain orang, lo tetap sahabatan sama gue. Beliin gue es krim, nyanyiin gue lagu.” Cakka mulai membalikkan badannya.
“Ternyata dua tahun itu cukup ya, bikin lo ngelupain semua itu.” Oik menatap Cakka dengan sedih. Ia akan beranjak melewati Cakka kalau saja Cakka tidak mencekal pergelangan tangannya.
“Dua tahun ternyata bisa ngerubah lo jadi cewe yang sensitif ya,” Cakka tersenyum geli. Ia menarik Oik agar berdiri di hadapannya.
“Lo mau gue nyanyiin lagu apa? Atau kita duet aja?” Tanya Cakka. Oik pun mengangguk dengan semangat.
Cakka segera menarik Oik ke taman sekolah. Mereka melewati lapangan basket yang masih dipenuhi siswa yang sedang latihan cheers dan latihan basket.
Sementara itu Alvin, Rio, Obiet dan Gabriel beserta antek- anteknya sudah kelabakan. Mereka sudah berada di tempat jebakan tapi Cakka tidak juga memberi mereka kabar.
“Cakka kemana sih???” Ujar Obiet.
“Atau mungkin dia lupa rencana kita???” Tanya Rio.
Alvin tampak berpikir. Cakka melupakan rencana mereka. Itu  sudah pasti. Dan ia sangat yakin ada hubungannya dengan Oik.
“Gue rasa rencana kita sebaiknya dipending dulu.” Ujar Alvin dengan pelan.
Semua mata tertuju pada Alvin. Tiba- tiba salah seorang anak buah mereka datang menghampiri.
“Vin, gue lihat Cakka sama Oik lagi menuju taman.” Ujarnya. Alvin menghela nafas. Tepat seperti dugaannya.
“See... Kita bubar! Rencana ini dipending dan jangan sampai ketahuan Septian.” Alvin berujar dengan datar dan kemudian meninggalkan semua orang yang ada ditempat itu.
“Cakka benar, Oik menggagalkan rencana kita....” gumam Gabriel.
***
Jrenggggg......
Cakka mulai memetik gitarnya. Oik sudah mulai menatapnya antusias. Kali ini Cakka mengajaknya berduet. Dan Oik berharap ia menghafal lirik lagu yang disebutkan Cakka tadi.
“Lo bilang terserah gue kan lagunya? Dan gue harap lo tahu liriknya.” Ucap Cakka.
“Iya... iya...”
Jrengggggg.......
Cakka memetik gitarnya kembali sebelum memulai menyanyikan lagunya.
Cakka:
I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you
Where have the times gone, baby it’s all wrong
Where are the plans we made for two

Yeah, I know it’s hard to remember,
The people we used tobe
It’s even harder to picture
That you’re not here next to me
You say it’s too late to make it,
But is it too late to try?
And in our time that you wasted

Cakka & Oik:
All of our bridges burned down...

I’ve wasted my nights
You turned out the lights
Now i’m paralyzed
Still stuck in that time
When we called it love
But even the sun sets in paradise...

I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you
Where have the times gone, baby it’s all wrong
Where are the plans we made for two

If happy ever after did exist,
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of it
One more stupid love song
I’ll be sick...

Oik:
Oh, you turned your back tomorrow
Cause you forgot  yesterday
I gave you my love to borrow
But you just gave it away
You can’t expect me to be fine
I don’t expect you to care
I know i’ve said it before

Cakka & Oik:
But all of our bridges burned down

I’ve wasted my nights
You turned out the lights
Now i’m paralyzed
Still stuck in that time
When we called it love
But even the sun sets in paradise...

I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you
Where have the times gone, baby it’s all wrong
Where are the plans we made for two
If happy ever after did exist,
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of it
One more stupid love song
I’ll be sick...

Now i’m at a payphone....

Cakka:
I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you...

Oik langsung bertepuk tangan ketika Cakka menutup lagu tersebut dengan sebuah improvisasi yang menurutnya luar biasa. Cakka menatap Oik sambil tersenyum. Senang bisa merasa dekat kembali dengan Oik.
“Aku suka lagunya, untung aja aku hafal liriknya..” Ujar Oik yang masih saja tersenyum lebar.
“Gimana jadinya ya, kalau lo tadi lupa? Waduh.. gue nggak akan mau ngajak lo lagi untuk duet!” Ujar Cakka sedikit ngeri.
Sedang asyik- asyiknya tersenyum, iPhone yang berada di saku celana Cakka berbunyi. Alvin. Itu nama yang tertera di layar handphone tersebut.
“Hallo Vin, ada apa?”
Alvin yang menjadi lawan bicaranya menghela nafas, “ lo benar- benar lupa Kka???”
“Soal???”
“Septian XI IPA 1..” Ujar Alvin.
Cakka terkejut. Ia melupakan semua rencananya hanya gara- gara bernyanyi dengan Oik. Dia melirik Oik yang berada disampingnya sedang tersenyum manis. Lebih tepatnya berpura- pura manis. Cakka langsung tersadar ajakan Oik tadi hanya upaya Oik untuk menghentikan rencananya.
Tanpa menunggu Alvin berkata apa- apa lagi Cakka segera mematikan handphone- nya dan menatap Oik dengan tajam.
“Oik.....” Ujar Cakka dengan suara rendah dan sedikit menyeramkan.
“Ya Cakka????”
“OIK!!!” Cakka mulai sedikit meninggikan suaranya.
“Ya Cakka...” Jawab Oik dengan tenang dan penuh senyum kemenangan.
“Lo nggak pernah berubah yaa...” Cakka segera menarik nafas panjang, lalu segera beranjak berdiri.
“Sama yang kayak lo bilang, gue tetap Oik yang dulu...” Jawab Oik dengan tenang, sebelum ia melihat Cakka membalikkan badannya lalu meninggalkannya bersama gitar  yang mereka bawa tadi.
Jrenggggggg....
“Pergilah kau, pergi dari hidupku bawalah semua rasa bersalahmu......”
***


1 komentar:

  1. Hai kawan sudah tau sekarang nonton serial drama korea bisa di hp kamu sangat mudah, cukup download aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay gratis MYDRAKOR menghadirkan nuasa menonton film drama korea sangat mudah, MYDRAKOR banyak pilihan film drama korea terbaru.

    https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main

    https://www.inflixer.com/

    BalasHapus