Oik Clarissa, Cakka dan Ashilla pertama kali
mengenalnya ketika kelas lima SD. Oik menjadi murid baru di kelas Cakka dan
Ashilla. Sejak perkenalan pertama mereka, Cakka, Oik dan Ashilla tidak pernah
terpisah satu sama lain. Mereka selalu bersama- sama, saling membantu, saling
mengajari dan saling menegur.
Sejak SD Cakka
memang sudah hobby mem- bully orang yang ia anggap lemah. Namun, Oik selalu
saja bisa menggagalkan semua rencananya. Cakka masih ingat betul ketika Oik
mengurungnya di kamar mandi sekolah lantaran ia hendak mengerjai murid kelas
tiga. Oik mengurung Cakka agar si murid kelas tiga tersebut bisa melarikan
diri.
Belum lagi
ketika kelas dua SMP ketika Cakka hendak mengerjai salah seorang temannya
karena tidak mau membantu Cakka mengerjakan PR. Oik datang ke rumahnya dan
langsung menghajar Cakka habis- habisan. Oik memang jago karate, ia
terinspirasi dari tokoh Ran di film kartun ‘Detektif Conan’. Setelah itu Cakka
tidak pernah bisa berkutik lagi jika bersama Oik.
Meskipun kesal
dengan sikap Oik, Cakka harus mengakui diriya benar- benar sedih ketika harus
berpisah dengan Oik lantaran Oik harus pindah ke Amerika mengikuti orang tuanya
yang pindah tugas. Ia ingat betul, ia menangis sekencang- kencangnya di ruang
tunggu bandara ketika mengantar Oik. Menangis seperti anak kecil yang akan
ditinggalkan mamanya. Bahkan ia sempat berjanji tidak akan menjahili orang
lagi, agar Oik tetap tinggal di Indonesia.
Sejak saat itu
Cakka mulai mencari sahabat- sahabat baru dan bertemulah ia dengan Alvin,
Obiet, Gabriel dan Rio. Mereka membentuk ‘5 Devils’ dan Cakka pun dengan senang
hati menyalurkan semua keinginan terpendamnya untuk mengerjai orang. Ia
melupakan janjinya kepada Oik, bahwa ia tidak akan menjahili orang lagi.
***
Namun sekarang adakah
yang lebih buruk dari kehadiran Oik disini??? Cakka kembali menarik nafas. Ia
memejamkan matanya berharap ini semua hanya mimpi. Namun, sayangnya ketika ia
membuka mata Oik tetap saja berdiri di tempatnya. Cakka memperhatikan Oik mulai
dari ujung kaki sampai ujung kepala. Saat ini Oik mengenakan mantel coklat dan
topi bowler dengan warna yang sama. Harus ia akui Oik tambah cantik, tambah
tinggi. Ia memperkirakan tinggi Oik sudah ada setinggi bahunya. Cakka semakin
yakin bahwa jurus karate Oik pasti sudah berkembang dan sepertinya sudah siap
untuk dipraktekkan kepada Cakka jika Cakka mau.
“Hai, gue Oik
Clarissa. Lo semua bisa panggil gue Oik.” Oik memperkenalkan dirinya sambil
tersenyum. Senyum yang amat manis.
“Nah, Ik... Ini
Five Devils yang mau gue kenalin ke lo! Ganteng- ganteng kan? Kecuali Kakak
gue.” Ujar Ashilla sambil menatap Cakka dengan senyum nakalnya, “yang lagi main
catur itu Gabriel sama Obiet. Gabriel yang di kiri, Obiet yang di kanan.”
Sambung Ashilla. Obiet dan Gabriel memberikan senyum termanis mereka kepada
Oik.
“Nah, kalau yang
di sana namanya Alvin.” Alvin hanya tersenyum kecil, lalu kembali berkutat
dengan puzzle- nya. “Jangan sakit hati ya Ik, dia memang gitu. Dingin dan cuek.
Tapi aslinya dia baik banget.” Bisik Ashilla. Oik hanya menganggukkan kepalanya
tanda mengerti.
“Kalau yang
bareng sama Cakka itu namanya Rio.” Ujar Ashilla. “Rio ini penyanyi lho, Ik...
suaranya bagus banget.” Tambah Ashilla.
“Jangan lupain
gue yang juga model video klipnya Rio dong Shill...” Protes Obiet. Ashilla dan
Oik hanya tertawa geli mendengar keluhan Obiet.
“Iya iya sorry
Biet... “
Cakka masih
kelihatan malas dengan keadaan di sekitarnya. Sahabat- sahabatnya mengagumi
Oik, itu sudah pasti dari tatapannya sudah terbaca. Ia segera kembali ke layar
komputernya.
“Gue mau bawa
Oik ke kamarnya ya, habis itu mau nganter dia belanja.”
Cakka
terperangah ia segera mengalihkan pandangannya kembali kepada Ashilla, “kamar?
Maksud lo Oik bakal tinggal sama kita?”
“Aduh kakak gue
langsung tanggap ya... Mulai sekarang Oik bakal tinggal disini, sekolah disini
sampai orang tuanya datang ke Indonesia lagi,” ujar Ashilla dengan riang.
Berbagai ekspresi langsung tergambar dari tingkah ‘5 Devils’ Gabriel yang
langsung mengepalkan tangannya ke udara. Obiet langsung berjoget ria. Rio
langsung melonjak kegirangan. Cakka menepuk jidatnya. Alvin hanya menahan
tawanya melihat tingkah para sahabatnya itu.
“Nggak usah
lebay begitu deh, gue antar Oik dulu ya, bye semua!!!” Pamit Ashilla.
“Gue nggak yakin
kita bisa ngerjain si Septian kalau ada Oik,” ujar Cakka sepeninggal Oik dan
Ashilla.
“Kenapa Kka???”
Tanya Rio.
Cakka hanya
menggelengkan kepalanya. Frustasi.
***
“Lihat kan
ekspresi mereka waktu lo datang? Kaget terpesona gitu semua,” ujar Ashilla
ketika mereka sudah sampai di kamar Oik.
Oik hanya tersenyum
tipis. Ia mengeluarkan BB dari tasnya lalu, menekan angka 3 sebagai speed dial
untuk nomor ayahnya.
“Hi, daddy...
Oik sudah sampai di rumah Ashilla...”
“Baguslah, kamu
sudah ketemu sama om Bayu?” Tanya suara di seberang.
“Nope, om Bayu
lagi nggak disini...” Jawab Oik.
“Ya sudah
sampaikan salam daddy sama Om Bayu nanti. Okey, kamu jaga diri baik- baik
yah... I’ll miss you honey,”
“Yeah, i’ll miss
you too daddy...” Ucap Oik sebelum menutup teleponnya. Ashilla beranjak duduk
di samping Oik.
“Pasti sedih
banget ya, pisah sama orang tua.” Ujar Ashilla sambil mengusap pelan pundak
Oik. Oik mulai terisak. Ia berusaha menahan airmatanya.
“Sorry, udah
bikin lo harus jauh dari kedua orangtua lo,” Ashilla menundukkan kepalanya.
Merasa bersalah karena sudah menyuruh Oik ke Indonesia.
“Sssst.. You are
not sorry, I’ m fine Shill. Cuma sedih sesaat kok ini, besok begitu gue sekolah
pasti semua bakal baik- baik aja.” Ashilla menatap sahabatnya itu lalu
memeluknya erat. Oik sudah seperti keluarganya sendiri. Keluarga yang akan
dilindunginya dan disayanginya sampai kapan pun. Oik membalas pelukan Ashilla.
“Isshh... kita
kok jadi mellow begini. Aturannya happy tahu kita bisa ketemu setelah hampir
dua tahun kita pisah. Sekarang gue bakal ngajak lo jalan- jalan sampai malam
kalau bisa.” Ujar Ashilla yang dibarengi tawa Oik. Mereka pun kembali
berpelukan.
***
Oik mengerjapkan
matanya, dilihatnya jam tangan putih yang melingkar di tangannya. Masih pukul
setengah satu pagi. Oik merasa haus ia menuju dapur untuk minum. Tak disangka
ia malah bertemu Cakka di dapur yang pada saat itu sedang menyeduh teh.
“Belum tidur
Kka?” tanya Oik. Cakka menatap Oik sekilas lalu kembali mengaduk tehnya.
“Hhh... Lo pasti
berpikir sebentar lagi semua rencana lo untuk ngejahilin orang bakal gagal lantaran
gue ada disini. Iya kan?” Cakka menatap Oik. Perkataan Oik benar- benar telak.
Cakka menghela nafas sebelum berkata...
“Gue bingung
kenapa Ashilla pakai acara nyuruh lo balik ke Indonesia,” lirih Cakka.
Oik tertawa
kecil sambil menggelengkan kepalanya, “Ashilla kesepian, katanya kakaknya yang
dulu selalu menemani dia kemana- mana udah nggak punya waktu lagi sekarang
lantaran terlalu sibuk sama geng dan rencana- rencana jahatnya.”
Cakka tertawa
mendengar jawaban Oik. Ia memang menyadari menginjak SMA ia tidak pernah
menghabiskan waktu bersama adiknya itu. Dulu Cakka selalu rajin menemani
Ashilla ke toko buku, bahkan ke salon. Sekarang? Untuk berbincang dengan
Ashilla saja ia tidak punya waktu. Ia terlalu sibuk dengan ‘5 Devils’ dan
segala rencana- rencana jahilnya.
“Ashilla
kesepian ya? Baru tahu gue,” gumam Cakka. Ia menyesap sedikit demi sedikit teh
yang ia seduh tadi.
“Menurut lo? Gue
ke kamar dulu ya, lo juga tidur sana besok telat lagi.” Pamit Oik sebelum
benar- benar berbalik meninggalkan Cakka.
***
“Kka...
Cakka!!!! Bangun woi, udah pagi!!!” Ashilla menggedor- gedor kamar Cakka. Tadi Pak
Madi, asisten pribadi Cakka sudah berusaha membangunkan Cakka namun hasilnya
nihil. Cakka tidak keluar dari kamarnya.
“Ishh...
Bangunin Cakka tuh kayak bangunin mayat tahu Pak.” Ashilla merengut kesal
kepada Pak Madi. Ashilla pun kembali berusaha membangunkan Cakka.
“Cakka
Mahaputra!!! Udah jam setengah tujuh!!! Lo mau telat ke sekolah???” Teriak
Ashilla sekali lagi. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. “Jangan- jangan nih
anak udah beneran jadi mayat lagi.” Gumam Ashilla, ia bersiap- siap akan
mendobrak pintu ketika Oik datang.
“Ehhhh...
Ashilla, lo mau ngapain?” Tanya Oik. Ia sepertinya baru selesai mandi, terlihat
dari rambutnya yang masih basah dan pakaian mandi yang masih dikenakannya.
“Cakka belum
bangun- bangun! Gila aja dia, mentang- mentang sekolah punya bapaknya dia jadi
seenaknya bolos sekolah,”
Oik segera
mengusap pundak Ashilla, “kenapa nggak pakai kunci cadangan aja sih supaya bisa
masuk ke dalam?”
Ashilla menepuk
jidatnya. Oik benar, kenapa ia tidak memanfaatkan kunci cadangan. Bodohnya.
Dengan segera Ashilla menyuruh Pak Madi untuk mengambilkan kunci cadangan kamar
Cakka. Tidak sampai 5 menit Pak Madi sudah membawa kunci tersebut.
“Lo aja yang
bangunin dia ya Ik, gue takut banget nanti dia mengamuk.” Ashilla mengidik
ngeri. Oik hanya tersenyum kecil. Ashilla beserta Pak Madi pun langsung
meninggalkan Oik. Ia pun segera memasukkan kunci itu ke lubangnya, memutarnya
dan pintu pun terbuka.
Ia pun dihadapkan
dengan sebuah kamar yang didominasi warna putih dan hitam. Benar- benar
menunjukkan sisi maskulin seorang laki- laki. Ia langsung menuju dan mendapati
Cakka sedang meringkuk pulas di atas tempat tidurnya.
“Cakka,
bangun... nanti lo bisa telat,” tidak ada respon dari Cakka.
“Hello,....
Cakka.... bangun! Nanti lo telat ke sekolah.” Kali ini Oik berbicara tepat di
telinga Cakka dan tetap saja tidak ada respon. Oik pun mencoba menarik selimut
Cakka, kali ini Cakka meresponnya dengan menarik kembali selimutnya. Akhirnya
terjadilah tarik menarik selimut antara Cakka dan Oik. Tetapi yang mengherankan
Cakka tidak juga membuka matanya dan beranjak bangun. Oik sudah cukup lelah dan
disaat itulah Cakka menarik keras selimutnya sehingga Oik limbung dan terjatuh
tepat di atas Cakka.
Merasa ada yang
menindih badannya Cakka perlahan membuka matanya dan mendapati wajah Oik yang
berada kira- kira 10 cm di hadapannya. Dari jarak sedekat ini Cakka bisa
mencium wangi shampoo yang dipakai Oik. Bisa menatap wajah Oik mulai dari bulu
matanya yang lentik, hidung mancungnya, matanya yang bening dan.... tentu saja
bibirnya.
“Ehhh.... Lo kok
susah banget sih dibangunin!!!” Bentakan Oik segera membuyarkan lamunan Cakka.
Dengan susah payah Oik segera berdiri. Ia segera merapikan rambutnya.
“Gimana cara lo
masuk ke kamar gue?” Tanya Cakka.
“Kunci cadangan.
Dari tadi Ashilla berusaha bangunin lo, tapi lo nggak bangun- bangun. Ternyata
benar ya yang dibilang semua orang di rumah ini, bangunin lo kayak bangunin
mayat tahu nggak???” Sindir Oik. Cakka memutar kedua bola matanya.
“Yayaya... Eh,
tapi ngomong- ngomong lo mau ngajak gue mandi ya?” Pertanyaan Cakka ini sukses
membuat mata Oik membulat.
“Enak aja!!!
Nggak lah,”
“Jadi ngapain lo
ke kamar gue, pakai baju mandi kayak begitu.” Oik menatap kembali dirinya. Oik
dari tadi memang tidak sadar bahwa ia masih mengenakan pakaian mandi dan Oh,
tentu saja rambutnya masih agak basah.
“Issh.... pikiran
lo jangan langsung ngeres gitu dong. Sembarangan aja bilang gue mau ngajak lo,
sorry nggak berminat.” Ujar Oik ia kemudian membalikkan badannya dan
meninggalkan Cakka yang menahan tawa.
***
Rio kembali
menatap jam tangannya, sudah hampir setengah jam ia menunggu kedatangan Cakka.
Tapi yang ditunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Tiba- tiba sebuah
tangan menepuk pundaknya. Itu Alvin.
“Cakka belum
datang?” Tanya Alvin datar. Rio menggelengkan kepalanya.
“Dia kan memang
selalu ngaret. Gue yakin sekarang dia lagi sarapan roti lapis, sambil bawa
mobil.” Ujar Alvin, dan kali ini Rio tertawa.
“Yayaya, gue
tahu bagaimana dia, Cakka... Cakka... Memang tuh anak nggak akan pernah tobat
kali yak,” Alvin hanya tersenyum tipis. “Tuh panjang umur, baru diomongin udah
datang.” Ujar Alvin ketika Veloster hitam milik Cakka memasuki pelataran sekolah.
Rio dan Alvin
segera menghampiri mobil tersebut, Cakka tampak keluar dengan susah payah.
Tangan kanan memegang roti, tangan kiri menenteng tas dan beberapa buku.
Rambutnya masih berantakan begitu juga dengan seragamnya.
“Habis kena tiup
angin apa lo? Sampai kacau begini,” ujar Rio sambil mengambil alih tas Cakka dari tangan kirinya.
“Angin apa ya???
Lo maunya angin apa Yo?”
Rio menghela
nafas panjang. Alvin segera menawarkan bantuan untuk membawa buku- buku Cakka.
“Thanks ya bro,
sorry pagi- pagi udah ngerepotin.” Ujar Cakka sambil terkekeh.
“No problem lah,
setiap jam lo juga ngerepotin kita kok,” balas Rio yang dihadiahi Cakka satu
pukulan keras di kepalanya. Alvin menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku
sahabat- sahabatnya itu.
“Ashilla sama
Oik mana Kka?” Tanya Alvin.
Cakka
mengedikkan bahunya, “bentar lagi juga bakalan nyampe kok. Tadi mereka udah gue
lewatin di jalan besar sana.”
“Wihhh, berarti
lo ngebut dong ya bawa Veloster lo, kasihan banget mobil lo.” Sambung Rio.
“Sekalian uji
coba bro,”
Tak terasa
mereka pun sudah sampai di depan kelas mereka, dan mendapati kelas mereka sudah
ramai dan tentu saja sibuk menyalin tugas.
“Kka, pinjam
buku tugas kimia lo dong, gue belum ngerjain sama sekali nih...” Ujar Gabriel.
Dengan sigap Cakka mengambil bukunya yang berada di tangan Alvin lalu
memberikannya kepada Gabriel.
“Thanks ya..”
Cakka hanya menganggukkan kepalanya.
“So, gimana
rencana kita untuk ngerjain si Septian?” Tanya Rio setelah ia meletakkan tas
Cakka.
Cakka tampak
berpikir. Sebenarnya ia sangat ingin mengerjai Septian, karena memang Septian
sudah bersalah. Menjelek- jelekkan kelompoknya di sekolah lain. Padahal
sebelumnya Septian dan ‘5 Devils’ tidak punya masalah sama sekali. Tapi, kalau
ada Oik.....
“Susun rencana
kita, gue serahin ke lo sama Obiet.” Ujar Cakka. Rio hanya mengangguk-
anggukkan kepalanya tanda mengerti.
Tiba- tiba Obiet
datang memasuki kelas dengan terengah- engah, ia berusaha mengatur nafasnya
sebelum ia berbicara kepada anggota yang lain.
“Habis di kejar
hantu apa lo Biet? Sampai ngos- ngosan begitu?” Tanya Rio.
“Hantu apa ya?
Lo maunya hantu apa Yo?” Ujar Obiet sambil mengatur nafasnya.
Cakka menatap
Obiet dengan tatapan paling mengenaskan.
“Ashilla sama
Oik baru nyampe, terus—“ Perkataan obiet terhenti karena dipotong oleh Cakka.
“Terus lo lari
sampai ngos- ngosan begitu?”
Obiet
menggelengkan kepalanya kuat- kuat.
“Masalahnya
mereka berasa kayak artis banget pagi ini, hampir semua siswa SMA ini minta
foto bareng sama mereka. Kalau kalian nggak percaya, kalian bisa lihat di
lapangan basket.”
Cakka menatap
ketiga sahabatnya yang lain dan mengkode agar segera mengikuti dia ke lapangan.
Dengan segera mereka pun bergegas menuju lapangan dan benar saja, Ashilla dan
Oik tengah berada di antara kerumunan siswa SMA Pertiwi untuk difoto.
Cakka menarik
nafasnya. Ia berpikir apa yang ada di pikiran murid- murid di SMA ini sampai
memperlakukan Ashilla dan Oik bak artis internasional. Cakka langsung menyeruak
diantara kerumunan tersebut kemudian menarik tangan Oik, disusul Obiet yang menarik tangan Ashilla.
“Aduuhh, sakit
Kka, lepasin dong tangan gue!” Oik merintih kesakitan karena Cakka menarik
tangannya.
“Bisa gitu
kalian berdua santai di kerumunin satu sekolahan? Gila!”
“Lho, mereka kan
Cuma mau berfoto sama kita, iya kan Shill???”
Ashilla
mengangguk kuat- kuat. Cakka menghela nafas panjang.
“Stress lo
berdua, udah ke kelas sana! Jangan berkeliaran lagi.”
Oik menatap
Cakka tajam. Cakka memang menyebalkan. Tapi, kelakuannya sekarang memang tidak
bisa ditoleransi. Ia mengepalkan tangannya. Geram. Cakka bergidik ngeri melihat
ekspresi Oik.
“Udah- udah
jangan emosian begini dong, sekarang pada balik ke kelas masing- masing. Okay?”
Ujar Gabriel yang dengan segera mendorong Cakka menjauhi Oik.
Oik mendengus
kesal begitu Cakka dan sahabat- sahabatnya pergi menuju kelasnya. Ashilla hanya
mengelus pundak Oik. Mereka pun segera menuju kelas mereka. Tepat ketika mereka
meletakkan tas bel tanda masuk pun berbunyi.
***
Siangnya kantin
SMA Budi Luhur sudah dipadati oleh siswa- siswi yang sudah kelaparan. Oik melemparkan pandangannya ke
penjuru kantin berharap bisa menemukan Ashilla dengan mudah. Tapi, sepertinya
yang dicari belum juga menampakkan dirinya.
“Oik!!!!!!!” Oik
segera mengalihkan pandangannya ke sumber suara dan mendapati Cakka sedang
melambai ke arahnya. Oik segera menuju meja tempat Cakka dan yang lainnya
berkumpul.
“Ashilla mana?”
Tanya Alvin.
Oik mengedikkan
bahunya. Ia segera duduk di kursi kosong yang berada di sebelah Obiet. Tidak
lama kemudian Ashilla pun datang.
“Belum pada
pesan makanan?”
“Belum, kita kan
tungguin lo dulu,” ujar Gabriel. Oik mengedarkan pandangannya, jujur ia risih
ditatap oleh semua siswa di SMA Budi Luhur.
“Risih ya Ik???”
Tanya Ashilla. Oik mengangguk lemah.
“Biasa aja,
sekarang mereka itu lagi menebak- nebak lo siapanya kita.” Ujar Alvin. Oik
menatap Alvin dengan pandangan heran.
“Jarang yang
bisa gabung sama kita, paling cuma cewe- cewenya Gabriel atau Obiet aja yang
pernah duduk disini sama kita.” Ujar Rio.
“Mmm... Gue udah
catat pesanan kita, gue mau ke Pak Darmo dulu.” Ujar Cakka lalu segera berdiri
bersiap- siap untuk pergi ke dapur kantin. Namun, belum sempat Cakka
melangkahkan kakinya Oik segera menahan.
“Mmm.... sini
gue aja yang ngasih.” Oik segera berdiri lalu mengambil kertas yang berada
digenggaman Cakka.
Oik berjalan
melewati kantin diiringi dengan berbagai tatapan dari siswa yang berada di
kantin tersebut. Ada yang menatapnya dengan kagum, ada yang menatapnya dengan
sinis sebagian lagi menatapnya dengan tatapan keingintahuan.
Tiba- tiba
sekelompok laki- laki nakal datang menghampiri Oik hendak menganggunya.
“Hai cantik....”
Ujar seorang laki- laki sambil mencolek dagu Oik. Oik membalasnya dengan
tatapan tajam.
Obiet sudah akan
berdiri untuk membantu Oik namun ditahan oleh Ashilla.
“Santai aja
Biet, lo cukup duduk tenang.” Obiet mengernyitkan dahinya. Tapi, sedetik
kemudian ia menuruti perkataan Ashilla.
Sementara itu,
kelompok laki- laki tadi masih saja mengganggui Oik. Mereka tidak tahu bahwa
Oik merupakan bagian dari ‘orang- orang’ nya ‘5 devils’. Siswa yang berada di
kantin pun sudah mulai menahan nafas. Oik akan melawan empat laki- laki, apa
sanggup? Pertanyaan itulah yang ada di benak siswa tersebut.
“Day, tanya dong
namanya..” Ujar salah seorang dari kelompok laki- laki tersebut.
“Oh iya,
ngomong- ngomong nama lo siapa?” Tanya laki- laki yang ternyata bernama Dayat
itu. Oik mengacuhkan pandangannya. Ia hendak melangkah namun, tangannya dicegat
dengan kasar oleh Dayat.
“Lo jadi cewe
sok banget ya, gue nanya nama lo tapi lo nya malah mau kabur gitu aja.”
“Lo tuh, cowo
nggak punya sopan santun! Nanya tuh baik- baik aja dong, nggak pakai acara
colek- colek segala! Lo kira gue sabun colek apa?!!?!” Bentak Oik. Dayat
kelihatan geram. “Sialan lo!”
Oik menatap
Dayat dengan tatapan menantang. Dayat segera melayangkan tangannya untuk
menampar Oik, dan dengan sigap Oik langsung menangkap tangan Dayat dan
memelintirnya ke belakang punggung Dayat.
“Awwww...
aduh... sakit.. please tangan gue sakit banget nih!” Dayat menggeram kesakitan.
Melihat hal itu para anak buah Dayat berusaha membantu Dayat. Sion salah satu
anak buah Dayat mencekal tangan Oik yang bebas dan ikut memelintirnya. Dengan
sigap Oik menendang Sion dengan keras tepat di bagian sensitifnya sehingga
cekalan Sion terlepas.
Seperti
dikomando seluruh siswa yang berada di kantin tersebut bertepuk tangan dan
bersiul. Mereka memuji Oik atas tindakan beraninya itu. Begitu juga dengan ‘5
Devils’ mereka cukup tercengang dengan aksi wonder womannya Oik.
“Nah, itu yang
bikin gue takut ngerjain Septian. Bakal berhadapan sama Oik kita.” Gumam Cakka.
Rio mendelik ke arah Cakka.
“Nggak masalah
itu bro, Oik kan ada di pihak kita,” jawab Rio.
“Lo nggak kenal
gimana aslinya dia, Yo...”
***
Malam ini Cakka,
Ashilla dan juga Oik makan malam di sebuah restoran yang merupakan salah satu
cabang restoran milik keluarga Gabriel.
“Gue udah
ngeluarin Dayat dan kawan- kawannya dari sekolah.” Ucap Cakka dengan datar.
“Kenapa lo
keluarin mereka? Mereka cuma iseng aja kok.” Ujar Oik tanpa menatap Cakka.
Pemuda yang berada di hadapannya itu hanya mengedikkan bahunya.
“Gue nggak suka
aja ada pengganggu yang sok berkuasa di sekolah gue,” Oik pun menatap Cakka
dengan tajam begitu juga dengan Cakka.
“Lo nggak
berubah.” Desis Oik. Cakka hanya menganggukkan kepalanya, “memang, gue tetap
Cakka yang dulu.”
Ashilla yang
merasa keadaan semakin memanas pun, lebih memilih diam dan menikmati
santapannya. Cakka dan Oik. Ia paham betul situasi apa yang akan terjadi jika
mereka dipertemukan. Terkadang keduanya bisa kompak dan terkadang juga mereka
bisa bertengkar.
“Oh iya Kka,
mobil gue lagi di servis, besok gue sama Oik perginya bareng lo ya...” Ujar
Ashilla.
“Hnn... Boleh-
boleh aja, dengan syarat nggak ada yang namanya bungkus Lays di mobil gue!”
Ujar Cakka dengan tegas. Ashilla hanya nyengir kuda mendengar peringatan
kakaknya tersebut.
Mereka pun
melanjutkan dinner mereka tanpa mengeluarkan suara, dan ketika jam sudah
menunjukkan pukul 21.00 mereka pun memutuskan untuk pulang.
***
Tepat sesuai
pembicaraan ketika dinner, Ashilla dan Oik menumpang di mobil Cakka. Selama
perjalanan, Ashilla harus menahan keinginannnya untuk makan lays, lantaran
takut mengotori mobil Cakka. Oik hanya bisa menahan tawanya melihat ekspresi
Ashilla.
“Cakka, lo harus
lihat mukanya Ashilla gara- gara lo ngelarang dia makan Lays.” Ujar Oik setelah
mereka sampai di sekolah. Cakka hanya tertawa geli.
“Biarin aja,
biar tuh anak tahu rasa. Dulu setiap dia nebeng mobil gue, dia kerjaannya
ngotorin mulu. Hobi banget dia makan di jalan.”
“Lo juga begitu
kok. Sadar diri dong!” Ujar Oik sambil menjulurkan lidahnya. Cakka hanya
terkekeh. Hatinya lega bisa kompak kembali dengan Oik setelah insiden tatapan
tajam semalam. Ternyata Oik bukanlah tipe orang yang amarahnya berlarut- larut.
Ia bisa benafas lega kali ini.
Sesampainya Oik
di kelas, ia sudah mendapati Ashilla yang sedang menghabiskan Lays- nya. Begitu
Ashilla turun dari mobil ia langsung berlari ke kelas untuk memakan bekal
istimewanya.
“Annyeong Oik!”
Oik hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ashilla.
“Udah kenyang?”
Ashilla
mengangguk- anggukkan kepalanya, “oh iya, gue denger ‘5 Devils’ mau ngerjain
Septian anak XI IPA 1, nanti siang.” Bisik Ashilla.
“Tahu dari mana
lo?”
“Gue baca smsnya
Alvin di handphone Cakka semalam. Lo harus bisa gagalin Ik, gue takut
kejadiannya Acha terulang lagi.”
“Gue bakal
hentiin mereka sebisa gue. Lo tenang aja, Okay??” Ujar Oik.
Ashilla pun
kembali memakan Lays- nya dengan lega.
***
“Semua jebakan
udah siap?” Tanya Cakka kepada Obiet.
“Udah sesuai
yang lo mau,”
“Gue udah
gembosin ban motornya.” Ujar Alvin.
“Gue udah siapin
anak buah kita seperti biasa,” tambah Gabriel.
“Nanti yang
menemui dia, gue sama Obiet,” lanjut Rio.
Cakka hanya
tersenyum tipis, “sorry ya, Yan. Lo harus jadi target kita. Gue nggak terima geng
gue lo ejek begitu aja.” Batin Cakka.
Tanpa mereka
sadari sepasang telinga sudah mendengar pembicaraan mereka sedari tadi.
***
Cakka sedang
merapikan buku- bukunya ketika Oik datang menemuinya.
“Hai Kka,” sapa
Oik. Cakka menatap Oik curiga.
“Hai juga ada
apa Ik?”
“Mmm... temanin
gue jalan- jalan di taman sekolah dong sebelum pulang sekolah.”
Cakka
mengernyit. Tidak biasanya Oik seperti ini, memintanya untuk menemani gadis itu
berjalan- jalan. Akan tetapi Cakka kembali teringat dengan rencananya yang harus
terlaksana sepulang sekolah ini.
“Kayaknya gue
nggak bisa deh, Ik...” Cakka menolak. Oik tidak langsung menyerah.
“Cakka, lo gitu
banget sih, gue kan sahabat lo, masa nemenin gue jalan- jalan aja nggak mau.”
Oik mulai menarik- narik lengan Cakka.
Cakka menepiskan
tangan Oik dengan lembut, lalu menatap Oik.
“Ik, gue ada
urusan, pentinggggg banget jadi sorry gue nggak bisa.” Cakka segera meraih
tasnya dan berjalan meninggalkan Oik. Namun, baru beberapa langkah ia berhenti
karena perkataan Oik.
“Dulu... waktu
kita masih SD lo sering nyanyi bareng gue, pakai gitar. Meskipun kata orang lo
nakal, tukang bikin onar, dan sombong. Gue nggak pernah lihat hal itu dalam
diri lo!” Ujar Oik dengan pelan, “meskipun gue suka ngehajar lo, ngehalangin lo
buat ngerjain orang, lo tetap sahabatan sama gue. Beliin gue es krim, nyanyiin
gue lagu.” Cakka mulai membalikkan badannya.
“Ternyata dua
tahun itu cukup ya, bikin lo ngelupain semua itu.” Oik menatap Cakka dengan
sedih. Ia akan beranjak melewati Cakka kalau saja Cakka tidak mencekal
pergelangan tangannya.
“Dua tahun
ternyata bisa ngerubah lo jadi cewe yang sensitif ya,” Cakka tersenyum geli. Ia
menarik Oik agar berdiri di hadapannya.
“Lo mau gue
nyanyiin lagu apa? Atau kita duet aja?” Tanya Cakka. Oik pun mengangguk dengan
semangat.
Cakka segera
menarik Oik ke taman sekolah. Mereka melewati lapangan basket yang masih
dipenuhi siswa yang sedang latihan cheers dan latihan basket.
Sementara itu
Alvin, Rio, Obiet dan Gabriel beserta antek- anteknya sudah kelabakan. Mereka sudah
berada di tempat jebakan tapi Cakka tidak juga memberi mereka kabar.
“Cakka kemana
sih???” Ujar Obiet.
“Atau mungkin
dia lupa rencana kita???” Tanya Rio.
Alvin tampak
berpikir. Cakka melupakan rencana mereka. Itu
sudah pasti. Dan ia sangat yakin ada hubungannya dengan Oik.
“Gue rasa
rencana kita sebaiknya dipending dulu.” Ujar Alvin dengan pelan.
Semua mata
tertuju pada Alvin. Tiba- tiba salah seorang anak buah mereka datang
menghampiri.
“Vin, gue lihat
Cakka sama Oik lagi menuju taman.” Ujarnya. Alvin menghela nafas. Tepat seperti
dugaannya.
“See... Kita
bubar! Rencana ini dipending dan jangan sampai ketahuan Septian.” Alvin berujar
dengan datar dan kemudian meninggalkan semua orang yang ada ditempat itu.
“Cakka benar,
Oik menggagalkan rencana kita....” gumam Gabriel.
***
Jrenggggg......
Cakka mulai
memetik gitarnya. Oik sudah mulai menatapnya antusias. Kali ini Cakka
mengajaknya berduet. Dan Oik berharap ia menghafal lirik lagu yang disebutkan
Cakka tadi.
“Lo bilang
terserah gue kan lagunya? Dan gue harap lo tahu liriknya.” Ucap Cakka.
“Iya... iya...”
Jrengggggg.......
Cakka memetik
gitarnya kembali sebelum memulai menyanyikan lagunya.
Cakka:
I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you
Where have the times gone, baby it’s all
wrong
Where are the plans we made for two
Yeah, I know it’s hard to remember,
The people we used tobe
It’s even harder to picture
That you’re not here next to me
You say it’s too late to make it,
But is it too late to try?
And in our time that you wasted
Cakka & Oik:
All of our bridges burned down...
I’ve wasted my nights
You turned out the lights
Now i’m paralyzed
Still stuck in that time
When we called it love
But even the sun sets in paradise...
I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you
Where have the times gone, baby it’s all
wrong
Where are the plans we made for two
If happy ever after did exist,
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of it
One more stupid love song
I’ll be sick...
Oik:
Oh, you turned your back tomorrow
Cause you forgot yesterday
I gave you my love to borrow
But you just gave it away
You can’t expect me to be fine
I don’t expect you to care
I know i’ve said it before
Cakka & Oik:
But all of our bridges burned down
I’ve wasted my nights
You turned out the lights
Now i’m paralyzed
Still stuck in that time
When we called it love
But even the sun sets in paradise...
I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you
Where have the times gone, baby it’s all
wrong
Where are the plans we made for two
If happy ever after did exist,
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of it
One more stupid love song
I’ll be sick...
Now i’m at a payphone....
Cakka:
I’m at payphone trying to call home,
All of my change i spent on you...
Oik langsung
bertepuk tangan ketika Cakka menutup lagu tersebut dengan sebuah improvisasi
yang menurutnya luar biasa. Cakka menatap Oik sambil tersenyum. Senang bisa
merasa dekat kembali dengan Oik.
“Aku suka
lagunya, untung aja aku hafal liriknya..” Ujar Oik yang masih saja tersenyum
lebar.
“Gimana jadinya
ya, kalau lo tadi lupa? Waduh.. gue nggak akan mau ngajak lo lagi untuk duet!”
Ujar Cakka sedikit ngeri.
Sedang asyik-
asyiknya tersenyum, iPhone yang berada di saku celana Cakka berbunyi. Alvin.
Itu nama yang tertera di layar handphone tersebut.
“Hallo Vin, ada
apa?”
Alvin yang
menjadi lawan bicaranya menghela nafas, “ lo benar- benar lupa Kka???”
“Soal???”
“Septian XI IPA
1..” Ujar Alvin.
Cakka terkejut.
Ia melupakan semua rencananya hanya gara- gara bernyanyi dengan Oik. Dia
melirik Oik yang berada disampingnya sedang tersenyum manis. Lebih tepatnya
berpura- pura manis. Cakka langsung tersadar ajakan Oik tadi hanya upaya Oik untuk
menghentikan rencananya.
Tanpa menunggu
Alvin berkata apa- apa lagi Cakka segera mematikan handphone- nya dan menatap
Oik dengan tajam.
“Oik.....” Ujar
Cakka dengan suara rendah dan sedikit menyeramkan.
“Ya Cakka????”
“OIK!!!” Cakka
mulai sedikit meninggikan suaranya.
“Ya Cakka...”
Jawab Oik dengan tenang dan penuh senyum kemenangan.
“Lo nggak pernah
berubah yaa...” Cakka segera menarik nafas panjang, lalu segera beranjak
berdiri.
“Sama yang kayak
lo bilang, gue tetap Oik yang dulu...” Jawab Oik dengan tenang, sebelum ia
melihat Cakka membalikkan badannya lalu meninggalkannya bersama gitar yang mereka bawa tadi.
Jrenggggggg....
“Pergilah kau,
pergi dari hidupku bawalah semua rasa bersalahmu......”
***
Hai kawan sudah tau sekarang nonton serial drama korea bisa di hp kamu sangat mudah, cukup download aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay gratis MYDRAKOR menghadirkan nuasa menonton film drama korea sangat mudah, MYDRAKOR banyak pilihan film drama korea terbaru.
BalasHapushttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main
https://www.inflixer.com/