PART 1—“Black and white”—G.Na
Oik memarkirkan mobilnya di parkiran kantor management- nya. Ada beberapa
kontrak yang akan ia diskusikan dan ia tanda tangani dengan Bu Zahra,
pimpinan management- nya. Oik mematikan mesin mobilnya lalu merapikan
sedikit make up-nya lalu segera berjalan memasuki gedung management-nya.
Sambil bersenandung ria Oik menyusuri koridor kantornya. Sesekali ia
membalas sapaan para karyawan di kantor tersebut, juga beberapa artis
yang bernaung di management yang sama.
“Selamat pagi Oik,” sapa Agni, managernya.
“Pagi Ni! Mmm... Bu Zahra mana ya???” Tanya Oik.
‘”Kayaknya ada di ruangannya deh Ik, kamu kan lagi ditungguin sama dia.”
Ujar Agni. Oikhanya ber ‘oh’ ria. “Ya udah aku ke ruangannya dulu ya,”
ujar Oik.
“Iya,Eh, Ik... Jangan lupa siang ini kita ke
majalah Fresh untuk interview sama pemotretan.” Ujar Agni yang langsung
dijawab Oik dengan anggukan.
Agni pun segera berlalu
dari hadapan Oik. Sehingga Oik memutuskan untuk meneruskan langkahnya ke
ruangan Bu Zahra pemilik management- nya itu.
“Pagi Bu...” Sapa Oik setelah melihat pintu ruangan itu terbuka.
“Oh, kamu sudah datang Ik, mari masuk, ada beberapa kontrak yang harus
kita diskusikan dan kita tanda tangani.” Ujar Bu Zahra.
Oik segera masuk ke dalam ruangan itu dan duduk di sofa abu- abu yang
berada diruangan itu. Sementara Bu Zahra mengambilkan beberapa berkas
yang ada di atas mejanya.
“Ini ada kontrak dari PT.
HealFood yang mengajak kamu bekerja sama sebagai model iklan beberapa
produk makanan mereka.” Ujar Bu Zahra sambil menyerahkan beberapa lembar
kertas kepada Oik.
Oik membacanya secara seksama.
“Kontraknya cuma enam bulan Ik, soal honor akan kita negosiasikan dengan
mereka kalau kamu tertarik.” Lanjut Bu Zahra. Oik hanya menganggukkan
kepalanya.
“Mmmm.... Ini kontrak dari PH ScreenPlay,
yang mengajak kamu bekerja sama untuk bermain film layar lebar garapan
mereka.” Ujar Bu Zahra sambil memberikan beberapa lembar kertas lagi
kepada Oik.
“Layar lebar bu???”
“Iya, di kontrak itu tertulis kamu akan beradu akting dengan beberapa
member dari JKT48, kalau nggak salah Gaby, Beby, Achan dan Stella.” Ujar
Bu Zahra sambil memilah- milah beberapa kertas lainnya.
“Terus ada kontrak dari Grand Band yang mengajak kamu bekerja sama
sebagai model video klip mereka untuk tiga lagu.” Kertas pun kembali
diberikan kepada Oik.
Oik hanya bisa melongo menatap
lembaran- lembaran kertas yang berada di hadapannya sekarang. Ia akui ia
memang salah satu artis yang paling laris di management-nya saat ini.
Tapi, demi apapun kontrak sebanyak ini, bagaimana ia memilihnya.
“Ada kontrak lagi dengan PT. Unilever yang mengajak kamu bekerja sama
sebagai model produk sabun mandi mereka.” Ujar Bu Zahra.
“No, aku tolak itu Bu.” Ujar Oik dengan tegas. Bu Zahra mengangguk tanda mengerti dengan keputusan Oik.
“Kontrak terakhir dari PH GuideArt yang mengajak kamu bekerja sama untuk
bermain di sinetron terbaru garapan mereka.” Ujar Bu Zahra.
PH Guide Art? Itu kan punya Om Rio sama saudaranya? Hmmm... sepertinya...
“Aku terima GuideArt sama Grand Band!” Ujar Oik dengan mantap sambil
sesekali tersenyum sendiri. Bu Zahra mengernyit heran dengan tingkah anak
emasnya itu.Bu Zahra menghela nafas panjang.
“Okay, nanti saya akan hubungi mereka dulu ya...”
“Oke deh Bu!” Ujar Oik. “Aku mau ke ruangan Agni dulu ya Bu, sekalian
membahas schedule aku yang lain.” Oik segera melangkah keluar ketika Agni
menganggukkan kepalanya.
***
“Kamu kejam Rob! Kejam!!!! Apa maksud kamu nyium dia di depan aku!!!
APA???” Oiktampak menangis. Matanya memerah dan keadaannya kacau balau.
“Kamu bilang kamu cinta aku!!! Kamu bilang kamu nggak akan ninggalin
aku! Sekarang, apa maksud kamu ngelakuin ini Rob??? JAWAB!!!”
“CUUUUUT!!!!”sebuah suara menyela perkataan Oik.
Sutradara dan beberapa kru yang lain bertepuk tangan atas akting Oik
yang cukup membuat mereka terpukau. Oik tersenyum senang sambil menghapus
sisa airmatanya. Agni lalu datang menghampiri dan membantu Oik merapikan
rambutnya.
“Akting kamu bagus banget lo Ik, aku hampir
nangis!” Ujar Agni sambil menyisir rambut Oik. Satu cubitan dari Oik
mengenai pinggangnya.
“Bohong banget!”
“Ik, ajarin gue akting kayak tadi ya, scene berikutnya kan gue yang
bakal nangis-nangis.” Ujar Ray lawan mainnya yang ia panggil ‘Rob’ tadi.
Oik hanya tersenyum menanggapi perkataan Ray, kemudian mengacungkan kedua jempolnya kepada Ray.
“Dia ganteng lho Ik, kamu nggak mau nyoba jalan sama dia?” Ujar Agni
ketika Ray sudah mulai menjauh. Satu pukulan keras diterima oleh Agni.
“Rese banget sih! Dia empat tahun lebih muda dari aku!” Ujar Oik.
Agni menggelengkan kepalanya. “Serius deh Ik, kenapa ya semua cowo yang
dekat sama kamu itu rata- rata lebih muda dari kamu.”
“Nggak juga, buktinya Om Rio lebih tua tiga belas tahun dari aku.”
“Itu beda cerita neng,”
Oik mengedikkan bahunya lalu berjalan menuju kursi kayu yang berada
beberapa meter darinya. Kemudian duduk lalu mulai membaca skenarionya
kembali.
“Eh, ngomong- ngomong soal Om Rio, PH- nya Om
Rio nawarin kontrak ke kita lho,” ujarOik tanpa melepaskan pandangannya
dari skenario yang berada di tangannya.
“Oh ya? Seru
dong kalau begitu kali aja Om Rio bisa bujuk produser kamu biar
honor kamu dinaikin.” Ujar Agni lalu mengambil tempat disamping Oik.
“Huss!Nggak mungkin lah Ni, lagian aku nggak ngarep kok.” Oik kembali
menekuni skenarionya. Namun, beberapa saat kemudian ia kembali menurunkan
skenarionya. Lalu menatap Agni.
“Ni, tahu nggak, aku
minta bantuan Om Rio untuk nyariin cowo buat aku.” Ujar Oik dengan suara
yang bisa dibilang pelan.
“Bagus dong, kali aja pilihan
Om Rio bagus untuk kamu.” Ujar Agni yang kini tampak sedang membolak-
balikkan sebuah majalah.
“Mmm... Masalahnya aku minta dicariin cowo yang seumuran sama Om Rio.” Oik semakin memelankan.
“WHAT???? SEUMURAN SAMA OM RIO????” Pekik Agni tanpa memperhatikan sekitarnya.
“Sssttt!!!!Jangan keras- keras dong Ni! Nanti ada yang dengar, gosip
langsung nyebar lagi.” Oik melirik kiri dan kanannya. “Aku Cuma ceritain
ini sama kamu aja, ngga ada orang lain yang tahu selain kamu sama Om
Rio.”
“Tuhan juga tahu Ik,” timpal Agni. Oik menepuk jidatnya mendengar celetukan dari Agni.
“Iya, iya terserah kamu aja. So, aku mau minta pendapat kamu,”
Agni tampak berpikir keras. Lalu menatap Oik dengan tatapan yang tidak
dapat diartikan. Apa yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu. Mencari
laki- lakiyang seumuran dengan om- nya? Oik terkadang memang gila.
Namun, kali ini adalah kegilaan Oik yang paling fatal. Berpacaran dengan
laki- laki yang usianya akan terpaut kira- kira dua belas tahun
dengannya? Oik menciptakan gosip bagi dirinya sendiri.
“Agni!!!Hellooow!!!” Oik mengibaskan tangannya di hadapan wajah Agni. Membuyarkan lamunannya.
“Kalau laki- laki itu baik, aku bakal dukung kamu kok Ik,” jawab Agni
dengan singkat. Jujur saja ia masih shock dengan penuturan Oik tadi.
Oik memamerkan deretan gigi putihnya lalu merentangkan kedua tangannya lebar- lebar untuk memeluk Agni.
“Thank you so much Agniiii!!!! Makasih udah mau dukung aku! Hug me
Agni!” Tanpa menunggu tanggapan Agni, Oik langsung memeluknya dengan
erat. Agni sampai kehabisan nafas dibuatnya.
“Yes..O..
Oik.. Itulah.. gunanya sahabat,” Agni tampak bersusah payah
melanjutkan perkataannya. “So, bisa lepasin gue sekarang. Gue.. Bisa mati
sebentar lagi kalau begini.”
Oik segera melepaskan
pelukannya lalu tersenyum manis di hadapan sahabat sekaligus manager yang
sudah ia anggap seperti kakaknya itu.
“Oik ayo! Kita mau take sepuluh menit lagi!” Panggil salah satu kru. Oik melambaikan tangannya.
“Aku take dulu ya Ni, jagain handphone aku, dompet aku terus—“
“Iya Oik, Iya... Semua barang- barang kamu aman sama aku, udah buruan
sana, nanti sutradara marah lagi.” Ujar Agni. Oik menganggukkan kepalanya
lalu meninggalkanAgni yang sudah larut dengan majalahnya.
***
Rio sedang merapikan beberapa berkasnya ketika seseorang mengetuk pintu ruangannya.
“Masuk... Pintu nggak dikunci,” jawab Rio.
Pintu terbuka, seorang pria berbaju necis masuk ke dalamnya sambil
melonggarkan dasinya. Rio mengalihkan pandangannya dan tersenyum melihat
tingkah sepupunya itu.
“Lo abis dari mana aja Kka???” Tanya Rio.
“Habis meeting sama Zahra, kan salah satu artisnya bakal kita kontrak
untuk sinetron terbaru kita nanti,” jawab Pria yang dipanggil ‘Kka’ itu.
Rio kembali tersenyum melihat tingkah Cakka, sepupunya yang masih saja
setia menyendiri diusianya yang kini menginjak tiga puluh dua tahun. Dari
dulu Cakka selalu beralasan bahwa urusan perempuan itu merupakan urusan
belakangan baginya, dan kali ini Rio membenarkan perkataan Cakka.
Riomenerawang. Cakka merupakan pria ambisius, dengan mengantongi
beberapa gelar,Cakka berhasil meraih kesuksesannya. Mempunyai sebuah
Production House, beberapa restoran dan mengelola perusahaan advertising
milik keluarganya. Bisa dibilang Cakka sudah sangat mapan. Tinggal
masalah calon pendamping hidup yang belum mapan.
Tiba-tiba terlintas di pikirannya untuk mengenalkan Cakka kepada Oik. Kali saja mereka cocok, batin Rio.
Rio segera menghampiri Cakka lalu duduk di sofa yang berada tepat di hadapan Cakka.
“Ada sesuatu yang terjadi?” Tanya Rio.
“No, gue cuma lagi berpikir artis yang bakal bekerjasama dengan kita itu
kayak gimana,” ujar Cakka. Pandangannya menatap langit- langit ruangan
milik Rio.
“Dari management apa Kka???”
“Nggak tahu, gue lupa namanya.” Ujar Cakka dengan cuek.
“Mmm... Cakka, gue mau nanya satu hal ke lo,” ujar Rio. Cakka segera menegakkan punggungnya.
“Tanya soal apa?”
Rio menarik nafas sejenak, “lo udah punya cewe?”
Pertanyaan Rio sukses membuat Cakka membulatkan kedua matanya, disusul dengan tawa kerasnya.
“Gue tanya serius Cakka! Lo udah punya cewe atau belum?”
Cakka masih menahan tawanya, “Belum, belum... Kenapa tanya begitu? Mau pacaran sama gue? Lo kan udah punya Ify Yo.”
“Sialan lo! Gue nggak minat ngeliat lo,” ujar Rio sambil melempar bantal sofa yang berada di sampingnya.
Cakka melanjutkan kembali tawanya. Kali ini bisa dikategorikan sebagai
‘Laugh out Loud’. Cakka belum berhenti sampai pada akhirnya Rio
memutuskan untuk menegur Cakka.
“Kka, udah deh
ketawanya, gue mau ngomong serius.” Kata Rio dengan serius dan
tatapan yang serius. Cakka berhenti tertawa dan mulai menunjukkan tampang
serius juga.
“Gue mau ngenalin lo sama keponakan gue.”
Ujar Rio. Dan kali ini Cakka kembali tertawa. Rio menggeleng melihat
tingkah sepupunya yang sedikit aneh ini.
“Kka...”
“Ups, sorry! Lucu aja, lo mau ngenalin gue sama keponakan lo, aduh, gue
masih laku gitu, di usia gue yang nggak bisa dibilang teen lagi?”
“Heh, lo kira lo barang dagangan apa? Gue serius, kebetulan dia juga
lagi nyari....”Rio berhenti sejenak. Lagi cari pacar? Atau Lagi cari
pendamping hidup? Ingat komitmen, Rio, batinnya. “Pendamping hidup!”
Cakka menatap Rio dengan pandangan bertanya, “Berapa umurnya?”
“Mmm... dua puluh satu.” Jawab Rio dengan mantap.
“Dua puluh satu? Mau cari pendamping hidup? Are you serious Rio?” Tanya Cakka tidak percaya.
“Serius Kka, mmm... gini deh, lo kenalan aja dulu sama dia, PDKT gitu,
kalau kalian merasa cocok bisalah dilanjutin kalau nggak, ya... gimana
keputusan kalian nantinya,” ujar Rio.
Cakka nampak
berpikir. Rio sedang membantunya saat ini. Harus Cakka akui ia
memang sedikit kesulitan dalam urusan perempuan. Alasan klise ia ingin
sukses terlebih dahulu dalam mengejar karirnya, barulah urusan mengejar
perempuan.
“Lo yakin dia mau sama gue?” Tanya Cakka sekali lagi.
“Gue rasa iya, soalnya dia lagi nyari laki- laki yang lebih tua dari dia,”
“Alasannya???”
“Ya, mana gue tahu Cakka, lo bisa tanya orangnya langsung begitu kalian
kenalan nanti.” Ujar Rio. Cakka kembali berpikir, berkenalan dengan
seorang gadis yang umurnya sangat jauh di bawahnya merupakan hal baru
baginya. Selama ini ia dekat dengan perempuan yang seumuran dengannya,
kalaupun lebih muda ya kira- kira satu sampai dua tahun di bawahnya.
“Gimana Kka???” Tanya Rio membuyarkan lamunan Cakka.
Cakka menghela nafas, “Okay, i will try... Kapan lo bisa ngenalin dia ke gue?”
“Tunggu gue konfirmasi sama dia ya Kka, dia sibuk banget soalnya,” ujar Rio.
Cakka hanya mengangguk tanda ia mengerti.
“Oke deh, kalau begitu gue serahin semuanya sama lo..”
Rio hanya tersenyum. Senang.
***
Brio milik Oik berhenti di parkiran Rosette Cafe. Oik merapikan
rambutnya sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Agni yang sedang
tertidur.
“Ni..Agni! Bangun, kita udah sampai.” Ujar Oik sambil mengguncang tubuh Agni dengan pelan.
“Hn...”Agni menggeliat, tapi tidak kunjung membuka matanya.
“Agni...”
Denganperlahan Agni membuka matasnya, beberapa kali mengerjap lalu pandangannya beralih kepada Oik.
“Udah sampai nih?” Tanya Agni sambil merapikan pakaiannya.
“Udah...Kamu tidur kebo banget tahu! Ayo deh buruan, aku udah laper
banget,” ujar Oiklalu melirik jam tangan putih yang melingkari
tangannya. “Mana udah jam delapan lagi, bisa- bisa kita pulang sampai
larut malam lagi.”
Oik segera turun dari mobilnya
begitu juga dengan Agni. Sebelum memasuki cafe Oikmengambil iPhone- nya,
membuka aplikasi twitter dan mengetik sebuah tweet.
@OikRmdlani at Rosette Cafe with my @Agniagni J
“Ngetwett dulu mbak???” Tanya Agni sambil melirik jari- jari lentik Oik yang sedang menari diatas screen smartphone- nya.
“Iya, kamu harus retweet nanti, awas kalau nggak!” Ujar Oik pura- pura mengancam.
Mereka pun masuk ke dalam cafe yang sepertinya malam ini agak lengang.
Oik melemparkan pandangannya ke segala penjuru cafe tersebut untuk
melihat tempat duduk yang nyaman dan strategis.
“Wah, ada mbak Oik tohh, mau dinner mbak???” Sapa pria bertubuh gempal yang merupakan manager cafe itu dengan ramah.
“Nggak mas, saya mau creambath.” Jawab Oik sekenanya. Pria itu tampak tertawa begitu juga dengan Agni.
“Wah sudah salah alamat dong kalau begitu mbak, mari saya tunjukkan tempat untuk anda...”
Pria itu segera mengantar Oik dan Agni ke salah satu meja dekat jendela
yang masih kosong. Pria itu menarik dua kursi dan mempersilahkan Oik dan
Agni untuk duduk.
“See, aku selalu suka di tempat ini karena managernya ramah banget,” ujar Oik setengah berbisik kepada Agni.
Pria itu tampak memanggil salah seorang pelayan untuk membawakan daftar menu.
“Silahkan dipilih dulu Mbak Agni, Mbak Oik... Saya pamit kembali ke
tempat saya, permisi.” Ujar Pria itu sebelum meninggalkan keduanya yang
sedang sibuk memilih daftar menu.
“Ng,... Mbak.. Mbak
Oik kan???” Tanya pelayan yang membawakan daftar menu itu dengan ragu.
Oik medongakkan kepalanya lalu tersenyum.
“Iya ada apa ya???” Oik balas bertanya. Wajah pelayan itu tampak sumringah.
“Mbak Oik yang berperan jadi Atika itu kan? Aduh saya fans berat mbak
lho,” ujar pelayan itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Oik. Oik
menerima uluran tangan tersebut dengan ramah. Agni yang melihatnya hanya
tersenyum, dalam hati ia memuji sifat Oik yang humble dan low profile
itu.
“Boleh saya foto sama mbak?” Tanya pelayan itu
lagi. Oik hanya mengangguk ramah sebagai jawabannya. Sekali lagi wajah
pelayan itu tampak sumringah, ia segera merogoh saku celananya lalu
mengeluarkan ponselnya. Agni dengan sigap menawarkan diri untuk mengambil
gambar mereka berdua.
“Oke deh, udah nih mas,” ujar Agni setelah acara ‘foto bareng’ dadakan itu selesai.
“Makasih banyak mbak Oik, mbak Agni. Sekarang monggo dilanjut dulu baca
daftar menunya.”Ujar pelayan itu. Agni dan Oik hanya menggeleng melihat
tingkah pelayan itu.
Tak sampai lima belas menit Oik
dan Agni pun selesai memutuskan menu pesanan mereka. Pelayan tersebut
mencatat pesanan keduanya dengan seksama.
“Oke deh mbak, ditunggu ya kira- kira lima belas menit.” Ujar pelayan itu lalu pamit undur diri.
Agni melirik pelayan yang semakin menjauh itu sebelum membuka percakapan mereka.
“So... Om Rio udah ngasih tahu ke kamu siapa laki- laki yang bakal dia
kenalkan ke kamu?” Tanya Agni. Oik menggelengkan kepalanya. Agni
mengernyit.
“Info sedikit aja nggak ada? Mungkin namanya, umurnya, pekerjaannya gitu? Nggak ada?”Tanya Agni lagi.
“Nggak ada Agni, Om Rio mau bikin surprise kali buat aku.” Jawab Oik
lalu melemparkan pandangannya ke arah luar jendela.
Agni melongo mendengar perkataan Oik. “Ya, mudah- mudahan yang dikenalin
Om Rio itu bukan ‘pemuda tua’ berperut buncit berkepala botak!” Ujar Agni
sarkastis. Oik mendelik tajam ke arah Agni.
“Kamu kok tega nyumpahin aku sih Ni! Ih... jahat ih!!!” Pekik Oik sambil mencubit tangan Agni.
Agni meringis kesakitan. Ia segera menarik tangannya lalu mengusapnya pelan.
“Biarin! Habisnya kamu kok bisa sih, sebegitu santainya, padahal kamu
belum kenal sama sekali dengan laki- laki yang bakal dikenalin sama Om
Rio.”
Oik menghela nafas. “Agni yang cantik, kamu mikir
dong nggak mungkin Om Rio ngenalin cowo yang kamu sebutin tadi tipenya
ke aku, memangnya Om Rio itu nggak tahu apa tipe cowo aku?” Ujar Oik
sedikit kesal. Agni hanya mengedikkan bahunya.
Tak lama kemudian pesanan mereka pun datang, mereka bersantap dengan damai dan hening sebelum tiba- tiba...
PRANGGG!!!!
Suara piring pecah. Oik mengalihkan pandangannya ke sumber suara dan
mendapati seorang anak kecil sedang menangis karena piring yang berisi
makanannya terjatuh. Seorang pria berdiri di sampingnya tampak sedang
memarahi.
“Aduh, Bagas... Om bilang juga apa, hati-
hati dong bawa makanannya, ck.. kamu ini bikin repot om aja sih!” Ujar
pria itu sambil memungut pecahan piring itu sambil dibantu oleh pelayan
yang lain.
“Makanya jangan hobi lari- larian! Om aduin
ke mama kamu nanti.” Anak kecil itu semakin memperkeras suara tangisnya.
Oik yang tak tahan mendengar suara tangisan, akhirnya memutuskan untuk
menemui pria dan anak kecil itu.
“Nangis aja lagi yang kencang!” Pria itu menggeram kesal sambil meremas rambut hitam legamnya itu.
“Permisi mengganggu, saya dengar dari tadi anda memarahi anak kecil ini
saja, ada masalah apa?” Tanya Oik berusaha ramah. Pria itu menatap Oik
tidak suka.
“Bukan urusan anda,” jawab pria itu dengan singkat.
Oik mengernyit. Sombong. Itu penilaian Oik yang pertama untuk laki- laki
yang berada di hadapannya ini. Oik membelai rambut anak kecil itu
dengan penuh kasih.
“Udah kamu jangan nangis lagi, malu
dilihat banyak orang. Lagi pula pecahan piringnya sudah dirapikan kok,”
bujuk Oik. Ia menatap anak laki- laki itu dari atas sampai ke bawah.
Dan...
“Pantas aja kamu jatuh, tali sepatu kamu terbuka
ikatannya. Aduh, siapa yang ikat ini sih belum lulus cara ngikat sepatu
kali ya?” Ujar Oik lalu merunduk mengikat tali sepatu anak kecil itu.
Pria
itu tampak tersindir dengan perkataan Oik. Tadi sebelum berangkat kesini
ia lah yang mengikat tali sepatunya Bagas, keponakannya itu. Dan
ternyata tanpa mereka ketahui ikatannya terlepas.
Oik segera berdiri begitu selesai mengikat tali sepatu anak itu.
“Mas tadi yang ngikat tali sepatunya ya?Berarti mas yang salah dong,
kenapa mas marah- marahin dia?” Ujar Oik dengan nada ketus. Tiba- tiba
saja pria itu merasa kesal karena Oik sudah mencampuri urusannya.
“Mbak, dia kan keponakan saya, terserah saya dong mau marahin dia atau
nggak? Mbak nggak usah ikut campur deh...” Ujar pria itu sambil merogoh
sakunya, mengeluarkan beberapa lembar kertas berwarna merah dan
meletakkannya di atas meja nomor empat belas.
“Saya nggak ikut campur, hanya mau membenarkan aja, keponakan anda ini
nggak pantas anda marahi, dia masih terlalu kecil.” Jawab Oik. Kini
seluruh pengunjung cafe tersebut mengalihkan pandangan mereka ke arah Oik
dan pria itu.
“Lho, itu kan Oik Ramadlani!” Ujar salah satu pengunjung di situ.
“Iya, ya... berantem kenapa tuh?” ujar salah satunya lagi.
Semua pengunjung berkasak- kusuk tentang keributan Oik dan pria itu.
Namun, seperti tidak menyadari kedua orang tersebut masih saja
melanjutkan pertengkaran mereka.
“Aduh, nggak ada
untungnya berdebat sama mbak, Bagas ayo kita pulang. Kita makan malam di
rumah aja.” Ujar pria itu sambil menarik lengan anak kecil yang
sedang dirangkul oleh Oik. Anak kecil tersebut menurut saja.
“Tante, jangan marah ya, Om Cakka memang gitu orangnya suka ngeselin.”
Ujar anak kecilitu sebelum meninggalkan Oik, pergi dengan Om- nya.
“Ca...kka? Oh, jadi namanya Cakka...” Gumam Oik.
***
“Aduh.. Kamu gila banget tahu tadi Ik, untung aja tuh cowo mau ngalah
langsung pulang! Gimana kalau dia nuntut kamu ke manager cafe dan kita
dilarang makan di cafe itu.” Ujar Agni. Sepanjang jalan Agni tidak
berhenti mengoceh semenit pun.Salah Oik juga sih, sudah membuat Agni
ketar- ketir di bangkunya.
“Ya udah deh Ni, sekarang
kita udah nggak di cafe itu lagi dan managernya nggak ada ngomong apa-
apa ke kita, jadi woles aja lagi..” Ujar Oik sambil tetap berkonsentrasi
kepada jalanan yang berada di hadapannya.
Agni menatap
Oik lama sebelum menggeleng putus asa. Ia segera menyandarkan
kepalanya ke bantalan jok. Perlahan ia mulai memejamkan matanya. Oik
melirik sekilas.
“Okay,aku minta maaf, aku salah! Tadi
aku nggak bisa kontrol emosi aku, sorry...”Ujar Oik. Agni hanya
mengangguk. Kali ini Oik yang menatap Agni putus asa.
“Mmm... schedule aku besok apa aja” Tanya Oik berusaha mengalihkan topik.
Dengan sigapAgni menegakkan tubuhnya, membuka tas nya dan mengambil
tabletnya untuk memeriksa schedule Oik.
“Pemotretan di
BridalMagazine jam setengah delapan pagi,” ujar Agni. “Meeting dengan
Bu Zahra serta Executive Producer dari GuideArt Production House, terus
Meeting sama Pak Aryo untuk membahas habisnya kontrak kamu dengan PH
mereka.”
Oik mengangguk, schedule- nya besok cukup
padat. Ia memutuskan untuk tidur lebih awal nanti. Sekali lagi Oik
melirik Agni yang kelihatannya sudah tertidursetelah membacakan
schedulenya tadi.
Oik tersenyum, beruntung ia mempunyai Agni sebagai managernya.
***
Pagi-pagi sekali Cakka sudah terbangun dari tempat tidurnya, pukul
sembilan nanti ia akan melakukan pertemuan dengan Zahra dan artisnya yang
akan mengikat kontrakdengan PH- nya. Dalam hati Cakka berharap artis
yang dibawa Zahra nanti cantik, lembut, humble, ramah, dan berwawasan
luas, dan yang terpenting usianya sama dengan atau mendekati usia Cakka.
Ya, Selain untuk bekerja sama Cakka juga sudah berencana untuk flirting
dengan siartis nantinya. Itupun kalau artisnya itu memenuhi kriteria di
atas. Cakka tersenyum kecil. Semoga saja semuanya berjalan sesuai
keinginannya. Tiba- tibadipikirannya terlintas sosok gadis yang berdebat
dengannya semalam di cafe.Cakka menghembuskan nafasnya. Gadis itu
cantik. Sangat cantik malah, mata hazelnya, bibir tipis yang cukup
menggoda, rambut ikalnya, dan lekuk tubuhnya. OMG! Membayangkan itu saja
Cakka sudah gerah sendiri. Tapi apa boleh buat,gadis itu sudah
menghancurkan penilaiannya dengan semua perdebatan mereka semalam.
“Semoga gue nggak ketemu sama dia lagi.” Batin Cakka. Ia pun memutuskan
untuk segera menuju kamar mandi dan mempersiapkan dirinya dengan sebaik-
baiknya.
***
Oik kembali mematut
dirinya di cermin, lalu sedetik kemudian sebuah senyum terukir di
wajahnya. Hari ini Oik akan menandatangani kontrak dengan PH
Guide Art,semoga saja Om Rio ikut, batin Oik senang.
Setelah merasa yakin dengan penampilannya Oik segera menyampirkan tas di
lengan kanannya lalu beranjak meninggalkan kamarnya sambil sesekali
bersenandung kecil. Dalam hati ia berharap bahwa Executive Producer yang
akan ia temui nanti berwajah tampan, cool dan pastinya harus seumuran
dengannya atau dua sampai tiga tahun di atas umurnya. Seandainya ia bisa
flirting dengan rekan kerjanya, semua akan lebih mudah kan? Ia bisa
membatalkan permintaannya kepada Om Rio beberapa waktu lalu.
Begitu tiba di garasinya Oik segera memasuki Brio- nya lalu menyalakan
mesinnya dan tanpa menunggu lama ia sudah meninggalkan pelataran
rumahnya.
***
“Jadi, kalau misalnya
artis kami ini menerima tawaran kerja sama dengan PH anda, kira-kira
akan berapa sinetron yang harus ia penuhi?” Tanya Bu Zahra sambil
menyesap kopi yang ada di genggamannya sedari tadi.
“Nanti bisa kita lihat di kontrak, saya sih berharap dia tidak cuma
sekali saja bermain sinetron di PH saya,” Ujar Cakka sambil tersenyum
penuh arti.
Bu Zahra hanya mengangguk mengerti.
Sementara Cakka berusaha melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya.
Ditambah keadaan langit kota Jakarta tidak mendukung. Panasnya minta
ampun! Cakka menyesal sudah memilih jas berwarna hitam sebagai busananya
hari ini.
“Nah, itu dia artis kami sudah datang...”
Ujar Bu Zahra. Cakka mengarahkan pandangannya ke arah pintu masuk dan
mendapati seorang gadis bergaun putih selutut sedang berjalan ke arah
mereka. Cakka tidak bisa mengenalinya lantaran gadis itu memakai kacamata
hitam. Cakka mengamati gadis itu dengan lekat. Mirip seseorang.
Sesampainya gadis itu di hadapan Bu Zahra, gadis itu langsung memeluk
wanita yang menjadi pimpinan management- nya itu. Hubungan yang cukup
dekat, batin Cakka ketika melihat kedekatan mereka berdua.
Gadis itu tersenyum pada Bu Zahra, Cakka terpana melihat senyumnya.
Namun, kelihatannya gadis itu belum merasakan kehadiran Cakka.
“Nah Oik ini dia Executive Producer dari GuideArt yang akan bekerja sama
dengan management kita.” Ujar Bu Zahra, Oik mengalihkan pandangannya ke
arah Cakka yang sedang berdiri termangu di samping Bu Zahra. Karena
kurang jelas akibat kacamata hitamnya, Oik segera melepasnya. Dan betapa
terkejutnya ia mendapati sosok yang berada di hadapannya sekarang ini.
Begitu juga dengan Cakka, gadis yang tidak ingin ia temui saat ini
sedang berada dihadapannnya, dan akan menjadi artis yang dikontraknya?
What the hell? Namun, bukan Cakka namanya kalau tidak bisa bersikap
profesional. Ia segera tersenyum pada Oik, senyum yang dipaksakan
tentunya. Dalam hati ia pun meragukan keinginannya untuk flirting dengan
si ‘artis’ lantaran sudah tahu siapa‘artis’- nya.
Oik pun seperti itu, ia membalas senyum Cakka juga dengan terpaksa
bercampur rasa kikuk. Bu Zahra yang kelihatannya tidak menyadari
ketidak beresan di antara mereka berdua langsung menyuruh mereka duduk.
“Nah, sekarang mari kita bahas kontrak kita.” Ujar Cakka sambil menatap lembaran kertas yang berada di hadapannya.
“Ngomong- ngomong kamu mau pesan apa Oik?” Tanya Bu Zahra.
“Jus terong Belanda ada bu?”
Bu Zahra segera memanggil waitress yang kebetulan lewat, lalu mengatakan pesanan Oik.
Bu Zahra kembali terpusat kepada lembaran kontrak yang akan ia tanda
tangani bersama Oik dan Cakka. Sementara Oik yang merasa canggung lebih
memilih memainkan iPhone- nya mengetik sebuah pesan kepada Agni.
To: Agni
Agni, kmu ga akan percaya dgn apa ygaku lihat hari ini.
From: Agni
Ada apa memangnya?
“Oik,
kamu belum kenalan resmi kan sama Cakka?” Ujar Bu Zahra. Oik segera
mendongakkan kepalanya. Begitu juga dengan Cakka. Mereka pun saling
melirik. Untuk beberapa saat mereka terdiam.
“Oik,” Oik mengulurkan tangannya. “Oik Ramadlani.”
“Cakka,” Cakka menerima uluran tangan Oik. Sesaat nafasnya tercekat.
Kulit Oik sangat halus dan lembut, benar- benar seorang artis, Cakka
membatin. Dari jarak yang hanya dibatasi meja bulat itu, Cakka bisa
mengamati Oik lebih lama. Benar saja,mata hazelnya, bibir tipisnya dan
riasannya yang tidak terlalu menor mampu membuat cakka ketar- ketir.
“Cakka.. Nuraga.” Ujar Cakka dengan susah payah.
Keduanya segera melepaskan tangan mereka. Bu Zahra tersenyum senang.
“tapi ngomong- ngomong, kalian serasi ya, Cakka pakai baju hitam, Oik
pakai baju putih.” Ujar Bu Zahra. Cakka dan Oik segera mengalihkan
pandangan mereka.
Benar, Dalam hati Oik merutuki kesalahannya memakai gaun putih hari ini.
“Kita berasa di acara perjodohan daripada tanda tangan kontrak.” Lanjut
Bu Zahra tanpa memperhatikan perubahan wajah Cakka dan Oik.
“Ehemm... Bagaimana kalau kita langsung membicarakan kontrak.” Ujar
Cakka sambil membagikan lembaran kertas kepada Oik dan Bu Zahra.
Bu Zahra segera menghentikan aksi cerocosnya lalu mulai berkutat
kembali. Oik memilih untuk meminum jus pesanannya yang baru saja datang.
Worst day, batin Oik.
***
Cakka memasuki kediaman Rio yang tampak sepi. Kemana semua orang?
“Rio!!!!Yo!!!! Mario!!!” Cakka berteriak.
Seorang pelayan tampak menghampiri Cakka.
“Tuan sedang mengantar nyonya ke rumah ibunya, sebentar lagi juga sampai.”
Tepat setelah pelayan tersebut mengatakan hal itu, Rio sudah muncul dari arah pintu masuk.
“Lho Cakka? Tumben datang kesini malam- malam”
“Gue badmood banget Yo,” Ujar Cakka. Rio hanya tersenyum mendengar
ucapan Cakka. Ia pun mengajak Cakka untuk duduk di gazebo rumahnya.
“Mau minum apa Kka?” Tanya Rio.
“Hot chocolate boleh?” Rio segera memanggil pelayannya.
“Ify mana Yo?” Tanya Cakka sambil memperhatikan sekelilingnya.
“Dirumah mamanya, dia kangen mamanya katanya, ya udah aku antar aja
dulu. Besok aku jemput dia lagi.” Jawab Rio. Cakka hanya mengangguk.
“Sekarang cerita kenapa lo badmood gitu,” Ujar Rio. Cakka menghembuskan
nafasnya. Ia pun menceritakan pertengakaran dengan Oik di cafe, sampai
dengan penanda tanganan kontrak.
“Gue nggak nyangka
gitu, dia artis yang bakal dikontrak sama PH kita. Rasanya gue pengen
batalin tuh kontrak cuma nggak mungkin dong, gue nggak profesional
kalau begitu kan?” Rio mengangguk membenarkan perkataan Cakka.
“Udahdeh, mendingan lo nggak usah badmood lagi, hari ini gue mau ngenalin keponakan gue ke lo waktu itu.”
Cakka mengangguk. Mungkin ia harus membatalkan recananya untuk flirting
dengan Oik dan mencoba pendekatan dengan keponakannya Rio, mungkin bisa
sedikit memperbaiki mood- nya hari ini.
“Memang dia mau datang sekarang?”
“Iya,” ujar Rio sambil mengangguk. “Dia bilang lagi ada masalah sama
pekerjaannya. Lucuya kalian berdua kayaknya sehati banget udah badmood
bareng- bareng hari ini, jangan- jangan kalian jodoh lagi.”
Cakka hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Rio. Tidak sampai beberapa menit bel rumah Rio berbunyi.
“Om Rio!!! Om Rio!!! Om Rioooooo!!!!”
Rio tertawa kecil, “Nah itu dia Kka, dia memang gitu suaranya agak
cempreng terus suka banget teriak- teriak.” Ujar Rio.
“Di gazebo!!!” Balas Rio. Beberapa menit kemudian terdengar derap kaki yang semakin mendekati gazebo.
“Om Rio tahu nggak hari ini aku badmood ba—“ Oik menghentikan kalimatnya
begitu melihat sosok Cakka yang sedang duduk di samping Rio. Dia lagi?
Batin Oik berteriak.
Cakka menatap Oik sama terkejutnya. Diakah keponakan Rio yang akan dikenalkan sepupunya ini? OMG!
“Oik sini, ngapain melongo disitu sini duduk di samping Om,” ujar Rio sambil menepuk kursi yang berada di sampingnya.
Dengan ragu Oik berjalan menuju Rio dan Cakka, diiringi tatapan tajam dari Cakka.
“Nah, Oik kenalin ini Cakka.”
Oik hanya tersenyum ke arah Cakka lagi- lagi dengan canggung.
“Dia yang mau Om kenalin ke kamu. Dia sepupu terbaik Om.”
“WHATTTTT???”Pekik Oik dan Cakka secara bersamaan. Rio menatap keduanya heran.
“Sama dia Om?” Tanya Oik yang masih belum bisa menerima kenyataan.
“Iya, kamu nyari yang lebih tua, dan voila! Ini dia Cakka Nuraga,
umurnya tiga puluh dua tahun, mapan dan paling keren sekantor!” Ujar Rio
mempromosikan Cakka. Oik melengos , mengalihkan pandangannya ke arah
lain.
“Nah Cakka ini Oik, keponakan aku yang lagi nyari
pendamping hidup. Umurnya dua puluh satu cantik, pintar, dan artis
paling berbakat!” Kali ini Riomempromosikan Oik.
“Aku udah kenal sama dia! Dia orang paling rese yang pernah aku temui.”
Ujar Cakka dan Oik yang entah kenapa bisa bersamaan. Rio menatap keduanya
heran.
Cakka dan Oik saling bertatapan. Tatapan
permusuhan. Bekerja sama dalam satu kontrak sudah cukup membuatnya kesal
setengah mati. Dan sekarang mereka harus PDKT???
“By the way kalian serasi ya, Cakka pakai baju warna hitam, Oik pakai
baju warna putih? Saling melengkapi dong!” Ujar Rio. Keduanya mengalihkan
pandangannya,dan mengeluh. Hitam dan putih.
Itu jelas menggambarkan mereka berbeda.
***
“—You and I are black and white. I’m hot and you’re cool—“
***
Hai kawan sudah tau sekarang nonton serial drama korea bisa di hp kamu sangat mudah, cukup download aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay gratis MYDRAKOR menghadirkan nuasa menonton film drama korea sangat mudah, MYDRAKOR banyak pilihan film drama korea terbaru.
BalasHapushttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main
https://www.inflixer.com/