Minggu, 29 September 2013

21 vs 32 [PART 2]

PART2—“I knew You’re Trouble”—Taylor Swift
           
            Oik menatap sebaris pesan singkat di iPhone- nya, dari Cakka. Ketika perkenalan tiga hari yang lalu Rio memang menyarankan Cakka dan Oik agar bertukar nomor handphone supaya bisa saling berkomunikasi. Sekali lagi Oik membaca pesan singkat tersebut.

            From: Cakka -__-
            Ke Rosette cafe sekarang! Kita mau jalan- jalan. Cepat gpl!

            Oik melengos, kesal! Dimana- mana kalau laki- laki dan perempuan mau jalan- jalan, laki- laki pasti menjemput si perempuan, Oik membatin. Sedangkan Cakka mungkin adalah spesies langka dari semua laki- laki yang ada di dunia ini, menyuruh pasangannya menemuinya? Hellow.. Untung ini Oik Ramadlani, artis dengan sejuta tempat nongkrong yang hits, salah satunya ya itu Rosette cafe. Coba kalau pasangan Cakka adalah Mina! Si Mina masuk kota yang tidak tahu apa- apa tentang spot- spot menarik di Jakarta. Jangankan itu, mungkin pengertian spot saja tidak tahu. Oik mencibir.
            Tapi jujur saja, setelah beberapa kali pacaran Oik memang baru pertama kali menghadapi yang jenisnya sepertinya Cakka. Dulu mantan- mantannya sangat memperlakukan ia dengan sangat istimewa, meskipun Oik berusia lebih tua di atas mereka, sekarang? Beuh... Jangankan diperlakukan istimewa, dengan baik pun tidak sama sekali!  Setiap bertemu hanya berdebat, berdebat dan berdebat lagi.Aishhh...
            Oik segera membalas pesan Cakka.

            To: Cakka -__-
            Aku ga bisa ‘ga pake lama’ aku lagi di kantor management lagi meeting soal MnG aku bulan depan.

            Oik tersenyum lalu menatap Agni yang berada di sampingnya.
            “Ayo kita pilih bajunya lagi, di rak yang paling belakang mbak Reyna punya koleksi gaun yang oke banget! Lihat yokk...” Rajuk Oik sambil menarik- narik lenganAgni.
            “Iya...iya... Tapi kenapa lo mesti bohong si sama Cakka? Pakai mengatas- namakan management lagi. Nanti kalau Cakka menelepon atau datang ke kantor gimana?”Ujar Agni. Oik hanya tertawa kecil sebelum akhirnya menyeret Agni ke rak paling belakang.

            ***

            Cakka menatap handphone- nya sambil melongo. Oik tidak membalas ‘iya aku bakal kesana lima menit lagi’ seperti yang ia harapkan. Dengan geram ia memasukkan handphone- nya ke dalam saku. Oik memang berbeda dari gadis yang lainnya, Cakka harus mengerti itu di usianya yang baru dua puluh satu tahun bisa dibilang usia untuk have fun, apalagi Oik adalah seorang artis yang mempunyai schedule yang lumayan padat. Cakka menghembuskan nafas.
            Pikirannya kembali ketika perkenalan tiga hari yang lalu di rumah Rio. Selama di rumah Rio gadis itu selalu memasang wajah tidak suka pada dirinya. Namun, apa boleh buat mungkin untuk sekedar menghargai Rio ia berusaha untuk menerima kehadiran Cakka dan voila aktingnya memang cukup bagus, wajar Oik memang artis.
            “Tapi, sih Om, Mmm... Om.. Cakk, mas.. Cakk..” Oik kelihatan bingung menyebutkan panggilan untuk Cakka.
            “Cakka, panggil Cakka aja, nggak masalah.” Oik hanya mengangguk mendengar penawaran Cakka.
            Cakka tersenyum geli bila mengingat hal itu, perbedaan usia yang jauh lumayan menyulitkan biasanya. Namun, itu tidak berarti untuk Cakka dan Oik keduanya malah merasa seperti seumuran. Bertengkar seperti anak- anak yang tidak kenal batasan usia dan tempat, terkadang hanya karena hal sepele.
            Cakka kembali mengambil handphone- nya lalu mengetik sebuah pesan.

            To: Oik -,-
            Aku jemput kamu ya, sepuluh menit lagi aku sampai.

            Cakka menghabiskan capuccino pesanannya, sebelum mengeluarkan selembar uang seratus ribu lalu berjalan keluar dari cafe tersebut.

            ***

            Oik terkejut membaca pesan dari Cakka. Ia segera memandang Agni yang juga sudah ikut membaca pesan dari Cakka.
            “Mmm... aku rasa kita harus cepat ke kantor sekarang juga deh Ik,” ujar Agni. Oik hanya bisa mengangguk. Dengan tergesa- gesa mereka segera menuju kantor management Oik. Mereka segera keluar dari butik dan bergegas masuk ke dalam Brio milikOik.
            “Waduh, kamu bisa lebih cepat nggak sih bawa mobilnya,” ujar Agni kepada Oik yang saat ini sedang berkonsentrasi dengan setir- nya.
            “Santai dong Ni, ini juga udah cepat!”
            “Tapikan—“
            “Diem atau kita bakal tabrakan.” Ujar Oik. Agni pun mengatupkan mulutnya dengan cepat. Oik masih berkonsentrasi dengan jalanan yang ada dihadapannya sambil sesekali melirik jam tangan coklat- nya.
            Tiba-tiba terdengar bunyi dering dari blackberry Oik, Agni segera merogoh tas Oik yang berada di pangkuannya. Nama yang tertera di layar- nya membuat Agni membulatkan matanya.
            “Cakka calling Ik,” ujar Agni. Oik segera mengambil blackberry- nya dari genggaman Agni dan menekan tombol berwarna hijau.
            “Yes???”Ujar Oik sambil tetap menjalankan mobilnya.
            “Kamu dimana?” Tanya suara dari seberang, Cakka.
            “Di jalan, kenapa?”
            “Aku udah sampai di kantor kamu, tapi kamu nggak ada,” ujar Cakka. Oik memutar kedua bola matanya.
            “Yayaya, aku habis dari butik. Lagian ngapain sih kamu pakai acara datang ke kantor aku, kan bisa tunggu di cafe.” Ujar Oik mulai kesal.
            “Ya, kamu lama banget datangnya.” Jawab Cakka. Oik mengernyit.
            “Kamu tutup telepon dari aku itu baru sekitar lima belas menit, dan kamu langsung sms aku, masa lama sih?” Ujar Oik dengan kesal. Cakka menghembuskan nafasnya.
            “Udah nggak usah berdebat bisa kali, sekarang kamu buruan ke kantor. GPL!” Ujar Cakka dengan memberikan sedikit penekanan pada kata GPL. Oik melengos lalu memutuskan sambungan teleponnya.
            “Trouble!” Geram Oik.

            ***

            Cakka kembali melirik jam tangan silvernya sambil sesekali pintu masuk. Dasar lamban! Batin Cakka. Tapi Cakka sedikit termenung, dirinya bisa dan mau menunggu untuk seorang Oik. Hal yang tidak pernah bisa ia lakukan selama ini. Biasanya dirinyalah yang membuat orang menunggu, dan sekarang Oik berhasil membuat ia menunggu untuk pertama kalinya.
            Bunyi klakson membuyarkan lamunan Cakka, ia segera melihat Oik dan Agni turun dari mobilnya. Oik memasuki kantornya sementara Agni bertukar posisi dengan Oik untuk memarkirkan mobilnya.
            “Udah lama?” Tanya Oik begitu berada di hadapan Cakka.
            Cakka menatap Oik dengan malas, “ngga juga baru satu jam.” Jawab Cakka asal.
            Oik tertawa kecil. “Bohong banget! Ngambek ya? Udah gede masih ngambek.” Ujar Oik yang masih saja tertawa.
            “Udah deh, nggak usah ketawa. Sekarang ayo kita jalan- jalan.” Ujar Cakka lalu bangkit dari sofa yang sedari tadi menopang berat badannya.
            “Males. Capek tahu!” Ujar Oik dengan singkat. Mendadak Cakka menatap Oik tajam.
            “Aku aduin ke Rio!”
            Mendengar nama Rio, Oik jadi berpikir. “Oke, oke! Bisanya cuma ngadu, hobi banget sih udah tiga puluh dua tahun masih tukang ngadu. Aku jadi mikir waktu kecil- nya kamu tuh gimana sih?” Ujar Oik lalu membalikkan badannya, berjalan ke arah pintu. Mendahului Cakka.
            “Trouble.” Batin Cakka sebelum mengikuti langkah Oik.

            ***

            Oik berjalan menyusuri rak- rak khusus makanan cemilan sambil menenteng keranjang biru yang disediakan di supermarket tersebut. Tampak keranjang itu sudah hampir terisi penuh.  Sementara Cakka hanyamengikuti Oik sambil bersedekap.
            “Kamu mau beli apa lagi sih, Ik yang kamu ambil itu belum cukup apa?” Tanya Cakka sambil melirik keranjang biru Oik yang berisi beberapa bungkus chitato, dua botol besar coca cola, satu kaleng tango, satu bungkus roti tawar, dan masih banyak lagi.
            “Aduh, aku tuh mau ngisi kulkas hari ini Cakka! So, jangan ganggu aku dulu, aku lagi mikir mau beli apa lagi.” Ujar Oik kemudian kembali berkonsentrasi menyusuri rak makanan yang berada di kiri- kanannya. Cakka hanya bisa menggelengkan kepalanya.
            Setelah hampir setengah jam mereka mengelilingi super market, Oik pun memutuskan untuk membayarbelanjaan- nya, saat ia hendak berjalan menuju kasir, lengannya dicekal oleh Cakka.
            “Semua orang udah ngeliat aku jalan sama kamu, nemenin kamu, jadi sebagai laki- laki gentleman, aku nggak mungkin membiarkan kamu bayar belanjaan kamu sendiri. Jadi, sini aku bawain belanjaan kamu, biar aku yang bayar.” Ujar Cakka lalu menarik belanjaan Oik. Namun, sepertinya Oik tidak berniat untuk ‘ditraktir’oleh Cakka.
            “Aku punya uang sendiri. Lagian aku nggak biasa dibayarin sama laki- laki.” Ujar Oik sambil menahan keranjang birunya. Cakka menatap Oik dengan tajam.
            “Aku nggak kayak mantan- mantan kamu yang nggak gentleman itu. So, lepasin sekarang dan biarin aku yang bayar,” ujar Cakka tanpa mengalihkan pandangannya dari Oik.
            “Tapi kamu bukan mantan aku, ” jawab Oik sebelum melepaskan pegangannya dari keranjang biru itu dan membiarkan Cakka membawanya.
            “Justru karena aku bukan mantan kamu, makanya aku nggak mau diperlakukan sama kayak mereka.” Ujar Cakka lalu meninggalkan Oik yang masih kesal dengan sikap Cakka.
            Oik segera memakai kacamata hitam- nya lalu mengikuti Cakka yang sudah terlebih dahulu tiba di kasir.
            “Nah, sekarang kamu yang temenin aku. Okay?” Ujar Cakka ketika mereka sudah berada di dalam mobil. Oik masih memeriksa isi kantong belanjaannya.
            “Kemana dulu? Kalau ke tempat yang aneh- aneh aku nggak mau.” Kata Oik tanpa mengalihkan pandangannya dari kantong belanjaannya.
            Cakka tertawa kecil, “Nggak mungkinlah. Aku bukan tipe orang yang hobi ke tempat aneh kayak yang ada di pikiran kamu.” Oik mengedikkan bahunya, cuek.
            Dengan segera Cakka menghidupkan mesin mobilnya lalu menginjakkan pedal gas- nya, dan perlahan CRV milik Cakka meninggalkan parkiran supermarket tersebut.
           Dan ternyata Cakka membawa Oik ke Gramedia, tempat yang paling dibenci Oik. Kenapa? Karena ditempat inilah Oik memergoki Ozy bersama selingkuhannya. Oik merasa mem-flashback kejadian itu.

            ***

            Siang itu Oik yang sedang mencari novel untuk persediaanya begadang bersama Agni. Ketika itu ia memang meminta Ozy untuk menemaninya, tetapi Ozy mengatakan bahwa ia ada urusan menemani mamanya ke rumah sakit untuk check up. Oik cukup mengerti dengan keadaan mamanya Ozy pada saat itu, dan memilih untuk membeli novelnya seorang diri.
            Oik sedang berkutat dengan buku- buku romance yang berada di hadapannya, ketika ia mendengar suara tawa laki- laki yang cukup familiar di telinganya. Namun, Oik berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah ‘dia’, dan menyibukkan dirinya kembali dengan novel yang sedang berada di genggamannya.
            “Sayang, novel ini lucu tahu. Masa cowo- nya Kiara di novel ini lari keliling lapangan tujuh kali waktu Kiara nerima dia? Kamu harus baca pokoknya.” Suara perempuan yang terdengar dari balik rak Oik mengusik telinganya.
            “Ohya? Aku bakal baca deh, apa sih yang nggak buat kamu sayang?” Ujar suara lain, dan itu suara laki- laki. Oik menajamkan telinganya, ia benar- benar merasa familiar dengan suara laki- laki itu.
            “Janji ya???” Kali ini suara perempuan itu lagi.
            “OzyAdriansyah nggak akan pernah ingkar janji!” Ujar suara lain itu dengan mantap. Oik terkesiap, hatinya berdenyut sakit mendengar suara dan nama itu. Tiba- tiba ia merasa dadanya terhimpit oleh suatu beban yang berat dan Oik tahu bahwa semua beban itu harus diangkat dan dibuang sejauh mungkin. Tanpa mempedulikan airmatanya yang sudah mulai tumpah, Oik berjalan ke balik raknya dan mendapati kekasihnya sedang bersama dengan ‘kekasih’- nya yang lain. Namun, kekasihnya itu belum menyadari kehadiran Oik, ia malah membelakangi Oik, membantu‘kekasih’- nya yang satu lagi itu memilih novel. Oik segera mengambil handphone- nya dan mencoba menghubungi Ozy.
            “Halo...” Jawab Ozy, ia belum menyadari keberadaan Oik di belakangnya.
            “Kamu lagi dimana Zy?”
            “Ini.. aku lagi di rumah sakit, nemenin mama check up. Kenapa Ik?”
            Kali ini Oik tidak bisa membendung airmatanya. “Kok rame banget.” Ujar Oik sambil menahan bibirnya yang mulai bergetar.
            “Iya pasien rumah sakit banyak banget nih sayang.” Ujar Ozy sambil melirik gadis yang berada di sampingnya itu. Gadis itu tersenyum tipis, ia sudah tahu bahwa ia adalah yang kedua untuk Ozy. Si ke ‘dua’ yang selalu di nomor satu kan oleh Ozy.
            “Oh... rumah sakit, banyak pasien ya? Coba deh kamu balik dulu ke belakang aku udah punya surprise untuk kamu.” Ujar Oik.
            Di tempatnya Ozy seperti terdiam kaku. Seperti gerakan slow motion ia membalikkan badannya dan mendapati gadis yang baru saja dibohonginya itu sedang tersenyum, namun, airmata masih mengalir di kedua pipinya.
            “SURPRISE!!!”Ujar Oik dengan riang. Lebih tepatnya berusaha riang. “Kaget Zy? Senang nggak sama surprise aku?”
            Ozy tidak bisa berbuat apa- apa lagi. Ia tahu bahwa ia sudah telak di hadapan Oik kali ini. Gadis yang berada di samping Ozy sedari tadi kini hanya bisa menunduk tak berani menatap Oik.
            “Aku.. minta maaf Ik, a.. akuu..” Ozy merasa kesulitan meneruskan perkataannya.
            “Selamat ya!!! Kalian pasangan serasi. Kok nggak kasih tahu aku sih,” Ujar Oik sambil tersenyum. Airmatanya mulai mengering.
            “A..a.. aku...” Oik tampak menghampiri Ozy dan gadis itu tanpa menghilangkan senyumannya.
            “Nama kamu siapa?” Tanya Oik berusaha ramah kepada gadis yang sedang menunduk itu. Meskipun sakit, namun hal ini adalah kenyataan yang harus diterima olehnya. Oik sadar betul akan hal itu.
            Gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap mata Oik yang sembap karena menangis. Tiba-tiba perasaan bersalah menjalari hati gadis itu. Ia kembali menunduk sementara Ozy sudah ketar- ketir melihat tingkah Oik.
            “Kok nunduk sih, aku Oik,... kakaknya Ozy. Nama kamu siapa?” Kali ini Oik mengulurkan tangannya. Sementara Ozy termangu hebat mendengar perkataan Oikyang mengatakan bahwa gadis itu adalah kakaknya.
            “Aku  Acha mbak,” gadis itu lalu mendongakkan kepalanya berusaha menghadapi Oik.
            Oik tersenyum, kali ini ia mencoba tersenyum tulus.
            “Ozy jahat ya, pacar secantik ini nggak dikasih tahu ke kakaknya, atau mungkin karena takut dibahas di infotaiment ya?” Ujar Oik sambil meneliti Acha. “Umur berapa?”
            “Enam belas tahun mbak,” jawab Acha. Oik tersenyum pahit.
            “Oh, satu tahun di bawah Ozy.” Acha hanya mengangguk.
            Ozy masih dalam diamnya, menundukkan kepalanya tidak berani melihat Oik.
            “Yoweslah, semoga kalian bahagia. Longlast ya Cha, Zy. Aku minta jagain adik aku yang satu itu ya Cha. Dia rada suka ngambekan,” Ujar Oik sambil tertawa kecil. Ia pun kemudian berbalik tanpa mempedulikan tatapan mengiba dari orang- orang yang ia lewati, tanpa mempedulikan teriakan Ozy yang memanggil namanya. Ternyata gosip tentang Ozy yang berselingkuh memang benar, ya, kebenaran memang pasti akan terungkap.
            Oik segera mengeluarkan blackberrynya, mengetik satu kalimat untuk Ozy.

            To: Ozy
            It’s over! Congrats yaa :”)

            ***

            “Aku ngajak kamu kesini bukan untuk mengkhayal, Ik. Temenin aku dong.” Perkataan Cakka suksesmembuyarkan lamunan Oik tentang Ozy beberapa menit yang lalu. Ia menatap Cakka dengan pandangan kosong lalu mengangguk begitu saja.
            “Ik, kamu... nggak suka ke tempat ini?” Tanya Cakka dengan ragu kepada Oik yang sudah mendahuluinya beberapa langkah. Oik bergeming, memikirkan kata- kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Cakka.
            “Kalau boleh jujur sih, nggak,” jawab Oik.
            “Kenapa kamu nggak bilang, aku kan bisa cari tempat lain. Ya sudah kita ke tempat lain aja.” Ujar Cakka. Sekali lagi Cakka terkesiap. Ia mengalah! Ternyata dirinya bisa juga mengesampingkan egonya demi seseorang.
            Cakka belum beranjak ketika Oik memanggil dirinya, “Ayo Kka, jangan diam terus dong.”
            Cakka mengernyit heran melihat Oik yang masih saja menyusuri rak buku yang berada di sebelah kirinya. Bukannya gadis itu mengatakan bahwa ia tidak suk tempat ini? Cakka menggeleng saja melihat tingkah Oik.
            “Kamu bilang kamu nggak suka tempat ini.” Ujar Cakka begitu berada di samping gadis itu. “Kamu kan udah nemenin aku, sekarang giliran aku nemenin kamu.” Balas Oik tanpa melihat Cakka.
            “Aku nggak boleh egois dong.” Sambung Oik lagi, “kamu mau cari buku apa?”
            “Mmm... Rahasia menjadi pengusaha sukses, karangan Agung Wicaksono.” Oik membulatkan mulutnya, lalu mulai sibuk mencari. Sebuah senyum tersungging di wajahnya ketika ia mendapat apa yang ia cari.
            “Ini, Kka... Cepat bayar. Mumpung kasir masih sepi, atau kamu masih pengen nyari buku lagi?” Tanya gadis itu. Cakka hanya menggeleng lalu beranjak menuju kasir.
            Setelah membayar, Cakka dan Oik pun keluar dari Gramedia. Tiba- tiba seperti dikomando sekelompok manusia yang berjumlah kira- kira sepuluh orang datang menghampiri keduanya. Kebanyakan sih perempuan.
            “Mbak Oik, minta tanda tangannya dong.”
            “Mbak foto bareng dong,” begitulah suara- suara yang terdengar oleh Cakka dan Oik.
            Cakka segera mundur dengan perlahan, memberi Oik ruang agar bisa melayani permintaan para fans- nya tersebut. Sampai beberapa saat kemudian seorang fans menyadari kehadirannya.
            “Mbak Oik itu pacarnya ya?” Tanya salah seorang dari mereka. Kali ini kerumunan itu mulai menyerbu Cakka. Laki-laki itu tampak kaget ketika kerumunan fans Oik mengerumuninya. Namun, Cakka mengembalikan ekspresinya menjadi lebih tenang. Di satu sisi Oik mulai kelihatan panik. Sepertinya beberapa waktu ke depan ia akan memenuhi halaman majalah gosip dan segmen di infotaiment gosip.
            Oik baru akan menjawab ketika Cakka sudah berjalan ke arahnya lalu merangkulnya.“Iya saya pacarnya Oik. Nama saya Cakka.” Perkataannya itu sukses membuat mata seluruh fans Oik termasuk juga Oik membulat dengan sempurna.
            “Wuih,cocok kok Mbak Ik, Cuma kok kayak lebih dewasa gitu ya mbak,”
            “Wah, mbak Oik nggak doyan brondong lagi nih?”
            Pertanyaan terus dilontarkan oleh para fans Oik yang membuat gadis itu semakin gerah. Dengan sekali sentakan ia menarik tangan Cakka untuk menjauhi kerumunan yang mulai mengejar mereka. Oik segera masuk ke dalam CRV milik Cakka, disusul oleh si pemilik. Beberapa orang masih mencoba mengambil gambar mereka, dan beberapa lagi sibuk menggedor pintu mobil Cakka.
            “Buruan jalanin mobilnya Cakka!” Ujaar Oik dengan kesal. Cakka segera menyalakan mesin mobilnya sebelum akhirnya menginjak pedal gas, dan CRV hitam itu pun meninggalkan kerumunan orang- orang tersebut.
            Oik memijat keningnya dengan perlahan sambil memejamkan matanya.
            “Stress Ik?” Tanya Cakka sambil melirik gadis yang berada di sampingnya itu sekilas.
            “Banget! Kamu sih... Ngapain kamu bilang kalau kamu itu pacar aku! Memangnya kamu pernah nembak aku? Kita nggak pacaran Cakka masih tahap pendekatan.” Ujar Oik. Cakka hanya tertawa kecil.
            “Dan gara- gara kamu, rumah aku pasti bakal kedatangan wartawan. Besok aku bakal digosipin lagi.” Kali ini Oik menatap Cakka dengan tatapan kesal. Cakka hanya mengedikkan bahunya.
            “Ihhhh... Kamu tuh pengacau banget tahu nggak? Trouble pokoknya!” Ujar Oik sambil memukul- mukul lengan Cakka dengan pelan. Cakka hanya tertawa melihat tingkah Oik.
            “Dua puluh satu tahun, masih bersikap kayak anak- anak.” Cibir Cakka.
            “Biarin! daripada kamu tiga puluh dua tahun, masih hobi ngeganggu orang,”
            Dan perjalanan mereka pun dipenuhi dengan berbagai perdebatan.

            ***

            Agni menatap Oik dengan heran begitu melihat gadis itu melemparkan tas- nya begitu saja. Oik menghempaskan tubuhnya ke sofa yang sudah diduduki Agni sedari tadi. Ia menghembuskan nafasnya.
            “Kenapa? Ada sesuatu terjadi?” Tanya Agni.
            “Cakka bikin ulah! Dia ngaku jadi pacar aku, and then siap- siap aja kita kedatangan banyak wartawan nanti.” Ujar Oik yang saat ini sedang mengutak- atik iPhone-nya. Agni hanya menggelengkan kepalanya.
            “Ya,  kalau wartawan datang, jawab aja lagi. Susah amat.” Ujar Agni.
            “Kamu ngomongnya gampang, yang bakal berhadapan sama mereka kan aku Agni.”
            Agni mengedikkan bahunya.
            “Dia itu memang trouble banget tahu Ni, setiap aku kemana- mana selau aja ada gangguan. Itu karena dia yang trouble maker atau gimana gitu,” Oik tampak berpikir. Agni menatap Oik dengan pandangan paling aneh sedunia.
            "Udah deh, daripada kamu bingung kayak gitu, mending kamu mandi, biar aku siapin makan malam buat kamu.” Oik menganggguk, dan tanpa banyak berkata lagi ia segera melangkah kakinya menuju kamar mandi.

            ***

            Pagi ini Oik bangun lebih awal karena ada jadwal syuting video klip dengan Grand Band. Agni sendiri sudah mempersiapkan keperluan Oik.
            “Cakka ikut nggak Ik?” Tanya Agni.
            “Nggaklah! Nanti dia bikin keributan lagi di lokasi.” Ujar Oik sambil mematut dirinya di depan cermin.
            Agni hanya mengangguk tanda mengerti. Setelah setengah jam mempersiapkan segalanya, mereka pun segera menuju keluar dari rumah. Oik yang terlebih dahulu keluar untuk memanaskan mesin mobilnya. Namun, alangkah terkejutnya ketika ia melihat sosok yang tengah berdiri di depan pintunya.
            “Cakka... Kamu ngapain kesini?”
            “Mau ngantar kamu. Zahra bilang hari ini kamu ada syuting video clip di daerah puncak.” Ujar Cakka sambil tersenyum. Oik mengeluh dalam hati, berarti hari ini ia harus bersama Cakka lagi. Oik mengangguk lemah.
            “Padahal aku mau bawa mobil sendiri Kka...” Ujar Oik dengan pelan.
            “Nggak usah, aku bakal ngantar kamu.”
            “Okelah. Agni!!!! Kita nggak usah bawa mobil lagi.” Ujar Oik.
            Agni menjawab seruan Oik, dan lalu turun membawa travel bag milik Oik.
            “Angkatin tuh Kka, kasihan Agni.”
            Cakka terkejut melihat jumlah travel yang dibawa Agni. Ada tiga buah
            “Kamu mau pindahan atau syuting Ik?” Tanya Cakka yang langsung bergegas mengambil alih travel bag dari tangan Agni.
            “Lho aku sama Agni bakalan nginap di puncak selama lima hari Kka...”
            Cakka membulatkan matanya, kaget. “Zahra nggak bilang kalau kamu bakal nginap.”
            “Memang mesti ngelapor gitu sama kamu.”
            Cakka menggeram kesal, dengan segera ia menelepon asisten pribadinya untuk menyiapkan pakaiannya.
            “Kamu mau ikutan nginap?” Tanya Oik yang hampir tidak percaya mendengar perkataan Cakka dengan asistennya.
            “Iya.Why not?”  Ujar Cakka lalu mengangkat travel bag milik Oik dan memasukkannya ke dalam mobilnya. Oik mengikuti Cakka dari belakang.
            “Kenapa ikut sih?” Tanya Oik.
            Cakka menatap Oik dalam. “Aku pengen ngeliat gimana kamu berakting, dan mendalami dunia kamu.”
            Oik terdiam mendengar suara Cakka yang terkesan,... Terkesan apa ya? Oik tidak bisa mendeskripsikannya begitu saja. Dan ia merasa bahwa Cakka mulai mengganggu kehidupannya. Terlebih Cakka sudah mulai mengusik hatinya.

            ***

            “I knew you were trouble when you walkedin—“

            ***

1 komentar:

  1. Hai kawan sudah tau sekarang nonton serial drama korea bisa di hp kamu sangat mudah, cukup download aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay gratis MYDRAKOR menghadirkan nuasa menonton film drama korea sangat mudah, MYDRAKOR banyak pilihan film drama korea terbaru.

    https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main

    https://www.inflixer.com/

    BalasHapus